SOLOPOS.COM - Sayur Puspa, produk PT Puspa Agro yang merupakan pasar induk modern agrobis di Jatim (puspaagrojatim.com)

Perekonomian Jatim terpengaruhi tren pelemahan ekonomi nasional.

Madiunpos.com, SURABAYA — Tren pelemahan ekonomi nasional berimplikasi pada menurunnya geliat ekonomi Jatim. Provinsi Jawa Timur hanya menorehkan pertumbuhan pendapatan regional domestik bruto sebesar 5,18% pada triwulan I/2015 akibat terpuruknya kinerja sektor-sektor andalan provinsi ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagai perbandingan, pada triwulan I/2014, pendapatan regional domestik bruto (PDRB) Jatim mampu mencapai 5,90%. Sementara itu, dibandingkan kuartal terakhir tahun 2014 lalu, perekonomian Jatim hanya mengalami pertumbuhan 0,19%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Sairi Hasbullah menjelaskan sumber pertumbuhan Jatim secara year-on-year masih didominasi oleh industri pengolahan yang mencapai 1,58%. Namun, sumbangsih itu turun dari kontribusi sebesar 2,57% pada triwulan pertama tahun 2014 lalu.

“Tapi secara quarter-to-quarter, sumber pertumbuhan Jatim triwulan I/2015 didominasi oleh sektor pertanian karena musim panen. Sumbangsih industri pengolahan justru menurun, padahal share-nya terhadap total PDRB adalah yang terbesar,” jelasnya, Selasa (5/5/2015).

Struktur PDRB Jatim pada Januari-Maret 2015 ditopang oleh kontribusi dari sektor pengolahan (29,7%), perdagangan besar (17,51%), pertanian (14,54%), dan akomodasi/perhotelan dan restoran (5,19%).

Industri Pengolahan
Melemahnya kinerja industri pengolahan juga tercermin dari turunnya kontribusi terhadap lapangan usaha di Jatim sepanjang kuartal pertama 2015. “Sebagian besar subsektor utama dari sektor industri pengolahan tumbuhnya stagnan,” tutur Sairi.

Industri makanan dan minuman (mamin) hanya tumbuh 0,30% dibandingkan kuartal terakhir 2014, padahal perannya terhadap total industri pengolahan di Jatim mencapai 58,14%. Industri farmasi justru terkoreki 7,95%.

Sairi menjelaskan melemahnya kinerja industri pengolahan dipicu oleh tingkat ketergantungan bahan baku impor yang mencapai 40%. Sehingga, saat terjadi depresiasi rupiah terhadap dolar AS, pengusaha akan mengurangi angka produksinya.

Sektor Perdagangan Besar
Pelemahan juga terjadi di sektor perdagangan besar yang terkoreksi 2,82% akibat melambatnya perdagangan di tingkat eceran, yang dipicu oleh lesunya geliat produksi dari industri pengolahan.

Melambatnya perekonomian Jatim pun tercermin dari bertambahnya 60.000 pengangguran di provinsi itu selama setahun terakhir menjadi total 892.000 orang saat ini. “Serapan tenaga kerja menjadi turun karena kinerja sektor industri tidak maksimal.”

Bagaimanapun, BPS Jatim mengungkapkan pelemahan ekonomi Jatim pada triwulan I/2015 biasanya adalah siklus tahunan. Secara tradisi, puncak aktivitas ekoonmi Jatim dari sektor di luar pertanian selalu berada pada triwulan IV.

Sentimen Konsumen
Atas dasar itulah, indeks tendensi konsumen Jatim pada kuartal II/2015 diprediksi kembali menguat ke level 110,10 setelah bertengger pada posisi 100,75 selama tiga bulan pertama tahun ini.

“Pada triwulan kedua, terdapat optimisme perekonomian Jawa Timur akan membaik. Sebab konsumen mempresepsikan harga bahan bakar minyak [BBM], tarif kereta api, dan beras tidak akan naik lagi pada triwulan berikutnya,” sebut Sairi.

Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur dalam laporan indeks keyakinan konsumen (IKK) terbarunya mengungkapkan presepsi masyarakat sudah mulai menunjukkan sikap pesimistis terhadap aktivitas perekonomian pada April 2015.

“Meski demikian, kami menilai masyarakat usia muda dan berpendidikan setingkat pascasarjana masih optimistis terhadap kegiatan konsumsi pada April, ditambah dengan ekspektasi pada Mei yang masih menunjukkan optimisme,” jelas Deputi Kepala Perwakilan BI Jatim Syarifuddin Basara.

Penjualan Eceran
Berdasarkan survei penjualan eceran (SPE) BI Jatim, terdapat peningkatan optimisme akan kenaikan harga pada triwulan II/2015, dipicu oleh meningkatnya geliat permintaan menjelang Ramadhan dan Idulfitri.

Syarifuddin menambahkan peningkatan ekspektasi terhadap kenaikan harga juga ditunjukkan dalam survei konsumen (SK), baik untuk periode 3 maupun 6 bulan mendatang. “Untuk ekspektasi total penjualan diprediksi tetap akan meningkat, walaupun pada level yang lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya