SOLOPOS.COM - Ilustrasi pameran batik. (JIBI/Harian Jogja/Solopos)

Perdagangan Jateng di sektor tekstil bergantung pada pasar domestik.

Solopos.com, SOLO — Belum bergabungnya pemerintah dalam Trade Pacific Partnership (TPP) membuat perusahaan tekstil di Indonesia kesulitan mengembangkan pasar ekspor ke luar negeri. Saat ini, perusahaan tekstil di Indonesia masih bergantung pada pasar domestik yang masih menjanjikan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah (Jateng), Lilik Setiawan, menuturkan ekspor tekstil nasional memberikan kontribusi 1,8% hingga 2% dari kebutuhan dunia. Angka tersebut masih kalah dengan Vietnam yang mampu memberikan sumbangan hingga 3%.

Vietnam memiliki keunggulan karena telah tergabung dalam TPP. Tercatat, ekspor tekstil Vietnam berhasil membukukan hingga 20 miliar dolar AS pada 2015.

“Ekpsor kita masih kesulitan bersaing dengan negara produsen tekstil baru seperti Vietnam yang notabenenya industri hilir dan hulunya tidak komplet. Tetapi Vietnam berhasil membukukuan hingga Rp20 miliar dolar AS pada 2015, itu sudah 3 persen dari kebutuhan tekstil di dunia. Sedangkan, kita memiliki industri yang terintegrasi dari hulu sapai hilir, tetapi kontribusinya masih 1,8 persen sampai 2 persen. Vietnam memiliki advantage TPP, produk mereka wajib dibeli oleh perusahaan di negara tujuan,” paparnya saat ditemui wartawan di Diamond Solo Convention Center akhir pekan lalu.

Saat ini, tujuan espor perusahaan masih ke negara tradisional seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara di Eropa. API terus mendorong agar pemerintah membantu penetrasi pasar ekspor ke luar negeri. Lebih lanjut, Lilik mengatakan perusahaan tekstil di Indonesia bergantung pada pasar domestik.

Tercatat, kontribusi penjualan tekstik pada pasar domestik mencapai 61% dan 39% ekspor. “Pasar domestic masih memainkan peran yang sangat besar. Dengan kepadatan penduduk dan angka kelahiran yang luar biasa otomatis produk akan terserap,” tuturnya.

Namun demikian, Lilik mengaku terkendala pada penurunan daya beli masyarakat. Anggaran yang biasanya digunakan untuk biaya operasional, saat ini banyak yang dialihkan untuk belanja modal. Selain itu, intensitas penarikan pajak dan pencabutan subsidi bahan bakar minyak turut menggerus daya beli masyarakat.

Sementara, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Solo, Triyana, mengatakan perputaran uang pada sektor tekstil di Solo cukup tinggi. “Perputaran uang sangat besar bahkan bisa mencapai Rp70 miliar per hari,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya