SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

I Raja-raja 8:27-30

Raja Salomo adalah Raja Israel yang bertahta setelah Raja Daud. Dia merupakan penggenapan Sabda Tuhan kepada Raja Daud melalui Nabi Natan (II Samuel 7:1-16). Ketika Allah menolak niat Raja Daud untuk membangun sebuah rumah Allah, Ia berjanji bahwa keturunan Daud akan memerintah kerajaan itu dan membangun rumah Allah.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Kini janji itu terwujud melalui diri Raja Salomo. Rumah Allah atau Bait Suci sudah didirikan. Rumah itu juga sudah ditahbiskan dan tabut perjanjian telah dipindahkan ke dalamnya. Kini Raja Salomo berdoa. Sebuah doa sederhana yang dahsyat!

Raja Salomo telah diberi kebijaksanaan oleh Allah. Ia juga adalah penerus Raja Daud dan diperkenankan untuk membangun Rumah Allah. Istana raja dan Rumah Allah sama-sama dibangun dengan sangat lama, indah, dan megah.

Namun kata-kata Raja Salomo dalam doanya penuh kerendahan hati dan pengakuan akan kemahakuasaan Allah: ”Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini”.

Raja Salomo dalam segala kebesarannya sadar bahwa Allah tidak bisa dimuat dalam suatu tempat. Rumah Allah yang ia dirikan bukan untuk memuat Allah, bukan untuk membuat Allah terpenjara di tempat itu. Rumah Allah itu sekadar menjadi tempat umat bisa menumpahkan isi hatinya kepada Allah, berelasi dengan Allah, simbol kehadiran Allah.

Doa Raja Salomo menyiratkan pemahaman banyak orang, bahkan sampai saat ini. Orang sering merasa bisa memuat Allah, baik dalam suatu tempat, simbol, atau pikiran mereka. Kita bisa merasa bahwa Allah hanya berkarya di agama tertentu. Dengan demikian agama lain tidak berguna dan kalau bisa dimusnahkan, bahkan orang-orang harus dipaksa beragama sama dengan kita.

Bagaimana bisa kita membatasi Allah secara demikian? Bagi kita, agama kita adalah yang paling benar. Namun tentu tak bisa kita memaksa orang untuk menjadi sama dengan kita. Bahkan Allah pun tak pernah memaksa seseorang untuk percaya kepada-Nya.

Dalam ketertutupan kita, bisa pula kita merasa bahwa Allah hanya hadir secara penuh di gereja kita dengan tata cara ibadah kita. Apakah layak kita membatasi Allah sedemikian sempit? Gereja adalah tubuh Kristus. Tubuh terdiri atas banyak anggota, tetapi tetap satu. Bagaimana bisa kita mengatakan bahwa Allah tidak hadir dalam gereja lain, yang juga mengakui Kristus sebagai Juruselamat.

Kita bisa pula menganggap simbol keagamaan sebagai sesuatu yang paling penting. Kalau tidak mengenakannya di badan/pakaian atau tidak menempatkannya di rumah, itu berarti Allah tidak hadir di situ. Hal ini bisa menyebabkan pertanyaan atau rasa tidak puas ketika mengetahui ada rumah keluarga Kristen, Gereja, atau logo Gereja yang tidak ada salibnya. Padahal salib hanya salah satu simbol pengingat akan karya Allah. Simbol lain masih banyak dan tak ada gunannya menganggap itu sebagai satu-satunya simbol yang memuat keagungan Allah.

Bisa pula ada di antara kita yang merasa ingin memuat Allah dalam akal kita. Perasaan ini membuat kita tidak bisa menerima tindakan Allah yang kita rasa tidak masuk akal. Kalau saya butuh menyekolahkan anak, ya uanglah yang seharusnya diberikan oleh Allah sehingga anak saya bisa masuk sekolah yang diinginkannya. Bukan sebaliknya, malah menyodorkan sekolahan aneh yang belum dikenal orang untuk dimasuki anak saya.

Jika saya membutuhkan kedamaian dalam hidup, seharusnya Allah memberikan situasi yang damai, orang-orang yang bisa mengerti saya dalam hidup ini. Bukan malah membiarkan saya dikelilingi orang-orang egois dan pemarah, sehingga saya harus berusaha ekstra keras untuk menjaga kedamaian di tengah lingkungan saya.

Kalau saya membutuhkan tempat untuk tinggal, seharusnya Allah memberi rumah dan lingkungan tinggal yang nyaman. Bukannya malah membuat saya harus tinggal di rumah mertua yang sudah tua dan sakit-sakitan. Cara Allah berkarya dalam hidup kita pun maunya kita batasi sesuai dengan kemampuan akal kita mencernanya.

Allah adalah Pencipta dan Pemilik segala sesuatu. Tentu tidak ada yang bisa memuat Dia. Apapun itu. Kalau kita mengakui bahwa Allah adalah Mahakuasa, maka sudah seharusnya kita pun tidak berusaha membatasi Dia. Keyakinan seperti doa Raja Salomolah yang kita butuhkan.

Kita tidak bisa membatasi Allah. Namun kita bisa meminta-Nya mendengarkan dan melihat kita saat kita mengajukan ungkapan syukur dan permohonan kita. Kita pun bisa yakin, Dia ada, hadir, dan campur tangan dalam kehidupan yang kita jalani. Dengan cara-Nya sendiri.

Pdt. Kristi

Pendeta Jemaat

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya