SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (Googleimage)

Solopos.com, SALATIGA — Angka perceraian di Salatiga sepanjang tahun 2022 mencapai 324 kasus. Sementara memasuki awal tahun 2023 ini, angka perceraian sudah mencapai 40 kasus, baik cerai gugat ataupun cerai talak.

Humas Pengadilan Agama (PA) Kota Salatiga, Qomaroni, mengatakan jumlah perceraian yang ditangani di Salatiga relatif sedikit. Hal itu dikarenakan wilayah yuridiksi PA Salatiga hanya meliputi empat kecamatan.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

“Dengan adanya empat kecamatan di Salatiga, perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Salatiga tidak sebanyak jika dibandingkan dengan Pengadilan Agama lain,” kata Qomaroni kepada Solopos.com, Kamis (26/1/2023).

Diakuinya, mayoritas perceraian yang masuk ke PA Salatiga disebabkan faktor ekonomi. Selain itu juga ada judi dan mabuk. Qomaroni mengungkapkan pengajuan perceraian tersebut rata-rata dari pihak istri.

Ekspedisi Mudik 2024

“Perselisihan dan pertengkaran yang memicu perceraian ini salah satunya faktor ekonomi [termasuk meski suami memiliki pekerjaan namun kurang memberi nafkah ke istri],” jelasnya.

Sementara permohonan dispensasi kawin di PA Salatiga tercatat mencapai 26 orang di tahun 2022. Sementara data yang masuk Januari 2023 sudah ada empat permohonan.

Dikatakannya, peraturan saat ini menyebutkan minimal usia pernikahan adalah berumur 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Walaupun sudah tidak sekolah tapi jika umurnya belum 19 tahun harus meminta dispensasi nikah ke pengadilan.

“Biasanya kalau mengajukan dispensasi kawin itu sudah enggak sekolah lagi. Sebagian besar juga sudah memiliki KTP,” ungkap dia.

Diakuinya beberapa yang minta dispensasi kawin itu ada yang sudah kerja. Mereka mengajukan dispensasi setelah mengajukan perkawinan di KUA. Diketahui belum cukup 19 tahun.

“Proses di sini cepat ya. Daftar dan sidang pertama itu cuma 10 hari,” jelasnya.

Dikatakannya setiap perkara pengajuan dispensasi kawin, hakim selalu memberikan nasihat. Tujuannya agar tidak menikah sebelum berusia 19 tahun.

Nasihat yang disampaikan hakim itu, seperti konsekuensi dari menikah dini, pengendalian emosi, dan lainnya.

Di antara pertimbangan hakim dalam memutuskan dispensasi kawin, lanjut Qomaroni alasannya pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Pelindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Salatiga, Yuni Ambarwati, mengaku pihaknya telah berupaya pencegahan pernikahan dini.

“Pencegahannya melalui sosialisasi-sosialisasi, edukasi baik di sekolah maupun di masyarakat melalui kader-kader KB maupun PKK,” jelasnya.

Terkait penanganan yang sudah terlanjur akan melakukan pernikahan dini akan dilakukan pendampingan sekaligus memberikan rekomendasi kepada KUA.

“Biasanya yang melakukan pernikahan dini karena sudah hamil duluan. Kalau seperti itu ya kami sarankan setelah melahirkan langsung KB,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya