SOLOPOS.COM - Baliho Puan Maharani dan Airlangga Hartarto di Malang. (detik.com)

Solopos.com JAKARTA — Beberapa politikus mengambil cara lama untuk menaikkan popularitas yakni dengan memasang baliho besar-besar di lokasi strategis. Cara ini diambil sejumlah politikus nasional yang ditengarai berambisi untuk ikut ambil bagian dalam kontestasi pilpres 2024.

Sebut saja Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). “Perang” baliho pun mulai terasa beberapa daerah. Ruang publik dijejali baliho besar bergambar para politikus tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebenarnya, pemasangan baliho untuk meningkatkan popularitas masih kah efektif di era serbadigital seperti saat ini?

Pakar Komunikasi Univeristas Indonesia (UI), Firman Kurniawan Sujono, mengatakan memang baliho memiliki keunggulan tersendiri. Apalagi di tempat strategis yang banyak orang berlalu lalang, baliho akan menjadi pusat perhatian publik.

Baca Juga: Tak Mau Kalah Sama Puan Maharani, Baliho Airlangga Hartarto Ikut Sesaki Ruang Publik

“Secara umum billboard/baliho/media luar ruang memiliki keunggulan: mudah dilihat, karena diletakkan di jalan-jalan yang terbukti banyak dilalui kendaraan. Ukurannya yang besar, secara struktural ‘memaksa’ orang untuk melihatnya. Apalagi kalau diletakkan di kawasan yang strategis pasti tak terhindarkan orang lewat tak bisa mengelak,” kata Firman seperti dikutip dari detik.com, Kamis (5/8/2021).

“Selain itu, pada ukurannya yang ekstrabesar, biasanya pesan yang dimuat tak banyak. Karena waktu yang singkat, orang untuk melalui jalanan. Sehingga pesan akan sistematis dan fokus. Dalam keadaan jumlahnya tak berlebihan, di jalan tempat memasang baliho, alat komunikasi ini akan menarik perhatian dan mampu mengantarkan pesan,” lanjutnya.

Bikin Jenuh

Tapi menurut Firman, di musim kampanye perang baliho antarpolitikus akan menjadi kejenuhan bagi masyarakat. Sehingga menurutnya, pesan yang ada di baliho tidak sampai di masyarakat. Yang terjadi justru malah sebaliknya.

Baca Juga: Baliho Puan Bertebaran untuk Mengganjal Ganjar ke Pilpres, Benarkah?

“Namun dalam musim kampanye atau event lain, di mana terjadi kompetisi baliho, justru kejenuhan yang terjadi. Pesan memang memaksa masuk, tapi persepsi yang terbentuk bisa negatif. Masyarakat muak, dan secara sadar memilih bersikap sebaliknya dari tujuan pesan. Masyarakat menolak pesan,” ujarnya.

Firman menilai seiring perkembangan teknologi aspek kreativitas dibutuhkan agar pemasangan baliho menjadi efektif. Lebih baik lagi menurutnya jika baliho itu membuat masyarakat bergerak untuk membagikan ke media sosial.

“Aspek kreativitas misalnya, berupa tampilan unik baliho, yang membuat orang memperhatikan, memotretnya dan memuatnya di media sosial. Di sini, baliho yang kreatif mengalami alih wahana ke media lain. Lebih banyak orang yang menyimak ketika tampil di media sosial, karena ada orang ingin menceritakan keunikannya,” ucapnya.

Baca Juga: Seolah Kejar Puan, Baliho Cak Imin Mulai Bertebaran

Sensor

Hal kreatif lain, menurut Firman, yakni pemasangan sensor di baliho. Sehingga pesan yang ada di baliho dapat terdeteksi langsung di alat komunikasi yang dimiliki para pemakai jalan yang melewati baliho tersebut.

“Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi, baliho bisa dipasangi sensor yang mampu merekam kartu seluler apa saja yang dipakai pengendara kendaraan, dan melewati baliho. Hasil perekaman ini bisa dianalisis: yang banyak lewat, pemakai kartu prabayar atau pascabayar? Dari operator mana? jam berapa baliho dilewati? berapa lama melintas di depan baliho?. Sehingga dengan data yang dipanen, dapat disusun pesan yang lebih tepat, sesuai karakter org yang melintasinya,” lanjut Firman.

Sehingga penggunaan baliho bukan lagi terkait jumlah atau di mana baliho itu terpasang. Firman mengatakan hal itu akan sia-sia.

“Jadi baliho hari ini, tak sekedar urusan kuantitas: besar, banyak ada di mana-mana memampangkan photo politisi atau pejabat publik. Bahkan ada baliho yang berisi imbauan dari lembaga tertentu yang panjang dan rinci. Ini pasti tak digubris pemakai jalan, karena waktu mereka yang pendek dan pesan yang membosankan,” ujarnya.

“Dengan memanfaatkan teknologi bisa disusun pesan yang tepat, sesuai perilaku pengguna jalan. Terlebih jika baliho dapat hadir sebagai properti keindahan sebuah kota. Bukan malah merusaknya,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya