SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (29/1/2019). Esai ini karya Maharanny Diwid Prasetyawati, fungsional Statistisi Ahli di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Alamat e-mail penulis adalah maharannydp@bps.go.id.

Solopos.com, SOLO — Pohon memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia. Dalam perekonomian pohon merupakan sumber utama bahan baku kayu untuk proses industri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Data produk domestik regional bruto (PDRB) menunjukkan kegiatan industri kayu dan sejenisnya mengalami peningkatan setiap tahun.

Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,25% per tahun, pada 2017 industri perkayuan tersebut menyumbang sekitar Rp23,5 triliun untuk perekonomian Jawa Tengah. Kayu di Jawa Tengah tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Produksi kayu di Jawa Tengah juga diekspor ke berbagai negara di dunia, terutama Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Nilai ekspor kayu bahkan merupakan nilai ekspor tertinggi kedua dari Jawa Tengah setelah tekstil dan bahan tekstil.

Selama periode Januari hingga November 2018, ekspor kayu dan barang dari kayu menyumbang tak kurang dari 15% dengan nilai free on board (FOB) hampir US$950 juta. Nilai FOB artinya nilai penawaran harga barang (kayu) hanya sampai di kapal, ongkos/biaya kapal belum/tidak termasuk.

Series tahunannya juga menunjukkan nilai ekspor kayu tak pernah menunjukkan gejala menurun. Peningkatan aktivitas industri kayu dan industri lain yang menggunakan kayu ibarat dua mata pisau.

Kalau hanya melihat dari sisi ekonomi, peningkatan aktivitas industri kayu merupakan kabar baik karena mampu mendongkrak PDRB Jawa Tengah, namun peningkatan PDRB hanya statistik jika pembangunan ekonomi tidak diimbangi dengan pemeliharaan lingkungan.

Keseimbangan Ekosistem

Peningkatan aktivitas industri kayu dari tahun ke tahun berarti volume kayu yang digunakan sebagai bahan baku juga meningkat. Lebih banyak kayu yang digunakan dalam industri perkayuan artinya lebih banyak pohon yang ditebang.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah mencatat bahan baku kayu bulat pada tahun 2017 mencapai lebih dari dua juta meter kubik. Ini meningkat hampir dua kali lipat dalam lima tahun belakangan.

Luas hutan, terutama hutan tanaman industri, tidak memiliki angka multiplikasi yang sama. Meskipun kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, dalam pemanfaatannya harus tetap memerhatikan kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem.

Angka mengenai kebutuhan kayu bulat adalah angka yang teramati. Masih banyak kebutuhan kayu yang tidak teramati terkait masalah illegal logging.

Pohon memang merupakan kekayaan alam yang dapat digunakan sebagai bekal pembangunan, namun stigma yang muncul adalah tingginya pertumbuhan ekonomi berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.

Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) disebutkan bahwa dimensi pembangunan berkelanjutan meliputi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembahasan mengenai hutan dan ekosistem secara khusus tertuang pada tujuan ke-15.

Tujuan ke-15 SDGs adalah melindungi, memulihkan, dan meningkatkan pemanfaatan secara berkelanjutan ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi deforestasi, memulihkan degradasi lahan, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

Tidak Berpuas Diri

Pada indikator 15.2 dikemukakan bahwa salah satu indikator untuk mengetahui kelestarian hutan adalah indikator decoupling. Decoupling menunjukkan sejauh mana pengaruh indikator makroekonomi (misalnya PDRB) terhadap pressure lingkungan.

Decoupling terjadi ketika tingkat pressure terhadap lingkungan lebih rendah dibandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Mengamati Jawa Tengah pada lima tahun terakhir, kita patut berbangga bahwa Jawa Tengah telah mengalami decoupling pada dua tahun terakhir.

Data dan informasi menunjukkan pressure terhadap lingkungan menurun setelah mencapai puncaknya pada 2015. Saat itu tercatat bahwa hampir 7.000 hektare hutan terbakar dan itu merupakan pressure yang sangat besar terhadap lingkungan.

Sudah sepatutnya kita tidak berpuas diri. Kebakaran hutan masif memang sudah tidak terjadi, tetapi tindakan lain seperti illegal logging dan alih fungsi lahan masih mengancam. Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan langkah yang tepat dan harus dilaksakan secara kontinu untuk memerangi illegal logging.

Kebijakan menanam pohon harus lebih digalakkan dan tidak hanya menjadi slogan serta sepatutnya memiliki target yang realistis. Masyarakat dari lapisan terbawah harus diikutsertakan tak hanya dalam menanam, namun juga diedukasi tentang melestarikan kayu.

Program penghijauan dengan memerhatikan aspek ekonomi dapat menjadi pertimbangan, misalnya dengan menanam pohon untuk konservasi sambil diselingi tanaman produktif yang dapat diambil manfaatnya dalam beberapa tahun ke depan. Sudahkah kita berkontribusi melestarikan hutan dan kayu?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya