SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Menurut Wimar Witoelar, peristiwa pemilihan legislatif dan presiden kemarin merupakan bukti proses transformasi Indonesia dari yang paling totaliter menjadi negara yang paling demokratis dalam waktu 10 tahun.

Keberhasilan proses berdemokrasi ini harus dilanjutkan dengan prestasi Indonesia di pentas internasional. Untuk mengetahui bagaimana pandangannya, berikut paparan Wimar yang diwawancarai presenter TVRI, Ansy Lema;

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Sejauh yang Anda amati, bagaimana sesungguhnya respons dunia internasional terhadap demokrasi di Indonesia?
Kalau saya amati sangat positif. Bahkan dalam banyak hal jauh lebih positif dari respons kita sendiri di Indonesia, karena mereka melihat dari luar, Indonesia itu melakukan satu keajaiban.

Kita tentu tidak luput bahwa memang banyak sekali kesalahan, kejanggalan, pelanggaran dalam pemilu seperti yang dibicarakan khusus soal daftar pemilih tetap (DPT), soal pelanggaran dalam kampanye. Namun, secara garis besar perlu diingat Pilpres dan Pileg terjadi tanpa adanya tindakan kekerasan.

Jika pada kenyataannya ada orang yang protes, marah, tapi marahnya terbatas hanya di TV dan di media massa yang sepintas mungkin terlihat mengerikan tapi itu tidak berbahaya. Jadi ada satu penerimaan yang luas.

Siapa yang berperan dalam demokrasi ini?
Ribuan, jutaan orang yang menggunakan hak pilih, dan juga kepada orang yang tidak memilih tapi melakukannya dengan kesadaran. Semua yang menghormati demokrasi itu perlu mendapatkan penghormatan. Pada semua orang yang memilih tanpa mengharapkan imbalan, pada semua partai yang memberikan suara tanpa meminta pembagian hasil sesudahnya.

Me-review sedikit ke belakang, dalam debat sebelum Pilpres, kenapa isu internasional kurang mendapatkan atensi yang besar?
Semua debat Capres dan Cawapres itu adalah seperti pertandingan sepakbola yang sangat defensif. Tidak ada yang berani membuka pertahanan untuk menyerang. Makin kuat timnya, makin tidak mau menyerang, karena ia bisa lolos dengan skor 0-0, ya karena sudah lulus di forum lain. Tidak ada yang membuka isu dengan kerawanan.

Semua isu luar negeri ini belum pernah diuji. Jadi diam-diam saja. Ada isu lain yang tidak dibahas, isu pelanggaran HAM, isu korupsi dibahas secara normatif. Itu orang bilang basa-basi, menurut saya ini indah, sebab dulu orang-orang ini mungkin tidak ada di stasiun TV. Ia muncul di luar stasiun TV untuk menembak orang, untuk menyebarkan kebencian dan pembakaran. Jadi ini kemajuan.

Sebenarnya seberapa urgent isu-isu politik internasional itu?
Kalau ditanya seberapa pentingnya, atau apakah persoalan luar negeri lebih penting dari persoalan dalam negeri, ya tidaklah. Harus ada soal dalam negeri yang kemudian ditunjang oleh politik luar negeri. Pada jaman Soeharto, saya banyak menyaksikan Indonesia dipengaruhi atau memengaruhi sistem dunia. Saya sangat yakin urusan luar negeri itu nyata. Bukan masalah akademik dan itu memengaruhi, ketika kita lemah politik luar negeri, lawan Belanda, kita dijajah, ditindas.

Ketika Soekarno menjalankan politiknya yang agak serampangan dengan luar negeri kita diisolasi. Ketika Soeharto menggadaikan integritas orang Indonesia untuk kepentingan bisnis dengan luar negeri masuklah ekonomi yang sekarang dipersalahkan pada kaum neolib.

Ada kesan politik luar negeri kita tidak terlalu bertaring?
Karena pemerintahan kita ini ganti-ganti sejak 1945. Politik luar negeri, pernah bertaring, pernah tidak. Pernah bertaring tapi sakit gigi, pernah rontok dan ompong lalu pakai gigi palsu yang sangat mahal harganya.
Jadi kalau kita lihat dalam kurun waktu yang terakhir masa pemerintahan SBY episode 1 belum punya gigi, karena ia sibuk urus Lumpur Lapindo, urus kekayaannya JK, urus orang Golkar yang dititipkan, urus perusuh domestik. Jadi SBY sama sekali belum bisa melakukan politik luar negeri. Tapi, secara kebetulan dia dapat modal gratis yaitu citra. Citra SBY sangat bagus di luar negeri.

Artinya, bonafitas politik luar negeri ditentukan oleh faktor domestik?
Sangat ditentukan oleh pemimpin yang bisa menyikapi faktor domestik. SBY dalam periode pertama tidak lulus kalau saya dosennya dalam politik luar negeri. Tapi, dalam periode kedua ia mungkin lulus. Sebab penyakit-penyakitnya sudah ia sisihkan. Yaitu penyakit gangguan domestik, seperti penyakit korupsi rekan kerjanya.

Salah satu isu yang perlu mendapatkan sorotan adalah ASEAN. Terkait dengan hal ini kira-kira apa yang kita lakukan?
ASEAN itu bisa dimainkan seperti kartu, bisa juga diganti kartu lain, atau bisa diganti permainan lain. Sebab ASEAN di bentuk pada 1967 dalam keadaan sangat spesifik, yaitu munculnya Orde Baru kemudian munculnya demokrasi di Thailand.

Masuk dalam konteks perang dingin?
Ya, perang dingin. Jadi walaupun dikatakan ASEAN itu diplomasi ekonomi sebenarnya lebih ke arah politik. Saat itu saya sebagai mahasiswa mengikuti delegasi Ali Murtopo, Beny Moerdani, tahu sekali itu politik, sehingga politik Indonesia anti nekolim, anti Malaysia berbalik dalam beberapa bulan.

Waktu itu ASEAN kuat sekali, Indonesia adalah faktor terbesar sebab Soeharto adalah tokoh baru, kemudian Thailand juga kuat dengan demokrasinya jadi ASEAN menjadi ASEAN lautan dan ASEAN daratan. Lautannya adalah Kepulauan Indonesia dan Thailand. Kemudian lompat ke depan pada 2001 ketika Presiden Abdurrahman Wahid hadir di ASEAN Summit di Singapore, dimana saya ikut sebagai Juru Bicara, di situ sudah terlihat krisis ASEAN, karena sangat terlihat posisi ASEAN itu dirobek-robek oleh kepentingan komersial Singapura, Malaysia dan Thailand. Menurut saya soal Ambalat, soal pasir Singapura, semua itu adalah hasil kekurangtegasan hubungan luar negeri kita.

Apa saran untuk seratus hari pertama ini pemerintahan baru nanti?
Mengkonsolidasi organisasinya supaya tidak tergantung pada Deplu, mengadakan media briefing, konsensus informasi, forum group discussion dan membentuk staf kepresidenan yang tegar untuk menghadapi tiga hal yaitu hubungan legislatif dalam negeri, organisasi kabinet dan spesial task force untuk hubungan luar negeri yang bisa dipercaya oleh presiden dalam menjalankan proyek-proyek terobosan dalam bidang luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya