SOLOPOS.COM - Spanduk sindiran dipasang warga di jalan rusak di simpang empat Kartasura pada Jumat (31/3/2023) dini hari. (Istimewa)

Solopos.com, SUKOHARJO — Praktisi hukum sekaligus Korwil Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jawa Tengah, Badrus Zaman menilai masyarakat bisa menggugat pemerintah terkait banyaknya jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki.

Karena tak kunjung diperbaiki jalanan rusak itu kerap meminta korban pengguna jalan yang terjatuh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu yang disorot masyarakat adalah jalan rusak di wilayah Kecamatan Kartasura, tepatnya di Simpang Empat Kartasura atau Jalan Adi Sumarmo ke arah Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

Mereka memprotes dengan membuat tulisan-tulisan sindiran menggunakan spanduk yang ditempel di tiang lampu traffic light.

Ekspedisi Mudik 2024

Protes itu dilakukan mengingat banyak pengendara terperosok saat menghindari jalan rusak.

Beberapa warga mengeluhkan tak sedikit yang menjadi korban, terutama para penggendara sepeda motor terjatuh akibat terperosok dijalan yang rusak itu.

Keadaan tersebut diperparah ketika hujan mengguyur. Beruntungnya hingga kini tak ada jiwa yang terenggut akibat jalan rusak itu.

Badrus Zaman mengatakan ada dua hal yang harus dilakukan penyelenggara jalan terhadap jalan rusak berdasarkan Pasal 24 Undang-undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Pada Sabtu (1/4/2023) Badrus mengatakan pertama pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan harus segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Kedua, pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

“Kecelakaan lalu lintas yang dimaksud dalam pasal ini adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda,” papar pendiri firma hukum MBZ Keadilan itu.

Menurut Badrus, jika terjadi kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak.

Maka hal itu tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

Sebagaimana diatur harus aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu sebagaimana tujuan pembangunan jalan itu.

“Oleh karenanya, terhadap pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 273 UU LLAJ,” jelasnya.

Dia membeberkan sanksi yang dimaksud tersebut yakni setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/ atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta.

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku (penyelenggara jalan/pemerintah) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta.

Penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta.

“Maka sanksi pidana itu merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah atas konsekuensi dari jalanan yang rusak,” ujar Badrus.

Dia menegaskan, dalam hal terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh jalanan yang rusak.

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus melindungi keselamatan masyarakat dengan segera memperbaiki jalan atau memberikan tanda terhadap jalan rusak apabila belum dapat dilakukan perbaikan jalan.

Jika pemerintah tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang dia menyebut pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

Dia juga menambahkan aparat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) atau Dinas Bina Marga/Dinas PU di daerah sesuai kewenangan jalan nasional, provinsi, kota/kabupaten, seharusnya memahami tanggung jawabnya tersebut.



“Kami melihat, masih banyak yang tidak memahami akan jeratan hukum yang akan mengenai mereka, jika membiarkan jalan rusak tanpa dilakukan perbaikan segera,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya