SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harianjogja.com, JOGJA- Serikat Petani Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah daerah setempat memberikan perhatian khusus untuk membentengi penyusutan lahan pertanian yang terus terjadi di daerah ini.

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) DIY Tri Haryono mengatakan penyusutan lahan produktif pertanian di daerah setempat paling pesat terjadi di Kabupaten Sleman, yang mencapai 40% per tahun.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

“Jadi misalnya luas lahan pertanian di Kabupaten Sleman seluas 1.000 hektare, maka penyusutannya 400 hektare per tahun, kami harap pemda dapat membentenginya,” katanya, Selasa (26/8/2014).

Ekspedisi Mudik 2024

Tri menilai hingga saat ini masih banyak spekulan yang bermain untuk meningkatkan harga tanah di berbagai wilayah di DIY, sehingga pemilik lahan tertarik menjual lahan pertaniannya.

“Kami juga khawatir lahan pertanian di DIY akan hilang dan berubah menjadi projek properti,” kata dia.

Sementara di sisi lain, menurut dia, Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang telah dibuat Pemda DIY, belum tersosialisasi secara luas.

Dalam Perda tersebut telah ditetapkan lahan pertanian yang dilindungi seluas 35.911 hektare, terdiri atas Kabupaten Sleman seluas 12.377,59 hektare, Kulon Progo 5.029 hektare, Bantul 13.000 hektare, dan Gunung Kidul 5.500 hektare.

“Sayangnya perda yang mengatur perlindungan lahan itu belum maksimal disosialisasikan kepada kalangan petani,” katanya.

Sementara itu, dia berharap pemilik lahan pertanian produktif di DIY tidak menjual lahannya kepada orang lain yang kemudian dialihfungsikan oleh pembeli lahan tersebut.

“Masalahnya saat ini mulai banyak petani yang berpikir bahwa dari pada lahan kurang produkti, ditanami juga tidak begitu cocok, lebih baik dijual saja,” kata dia.

Sementara itu, meskipun lahan produktif pertanian di DIY saat ini semakin menyusut, para petani diharapkan tetap menggencarkan aktivitas tanam dengan memanfaatkan lahan marginal.

“Meskipun lahan semakin sempit, masyarakat dapat memanfaatkan ‘wedi kengser’ [lahan marginal] yang ada di bantaran-bantaran sungai untuk tetap ditanami tanaman yang produktif,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya