SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan Ketua KPU Arief Budiman (kiri) dalam rilis hasil OTT KPK yang menjerat komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2020). (Antara-Dhemas Reviyanto)

Solopos.com, JAKARTA -- Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal memasuki kantor DPP PDIP pada Kamis (10/1/2020) menyusul operasi tangkap tangan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Saat datang, mereka menemui hambatan.

Gagalnya penyelidik KPK ke Kantor PDIP disebut-sebut lantaran tidak lengkapnya surat tugas dari petugas KPK. Namun, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli membantahnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

"Surat tugasnya lengkap, tapi sekuriti [di PDIP] dia harus pamit ke atasannya. Ketika mau pamit ke atasannya [melalui] telepon itu tidak diangkat-angkat oleh atasannya, karena lama mereka [petugas KPK] mau [mengunjungi] beberapa objek lagi, jadi ditinggalkan," kata Lili.

Lili mengatakan tujuan penyelidik KPK saat itu untuk menyegel ruangan di kantor yang berada di Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat tersebut. Hal itu sekaligus meluruskan dugaan bahwa KPK tidak akan menggeledah ruangan di kantor tersebut mengingat harus melalui izin Dewan Pengawas.

"Itu memang karena bukan penggeledahan, tapi itu mau buat KPK line, jadi untuk mengamankan ruangan," kata Lili.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu-Kamis (8 - 9/1/2020).

KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme penggantian antar waktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.

Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat upaya agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai pengganti almarhum Nazarudin.

Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu (PAW) tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.

Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP. Wahyu kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur setelah menjalani pemeriksaan intensif dalam waktu 1x24 jam.

Sementara tersangka lain, Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK. Tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama, Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Wahyu Setiawan dan Agustiani dikenai sangkaan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya