SOLOPOS.COM - Arema FC berduka atas tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022. (Twitter @AremafcOfficial)

Solopos.com, JAKARTA—Polemik muncul soal penyebab tragedi Kanjuruhan seusai laga Liga 1 2022/2023 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya. Tragedi yang terjadi seusai Arema kalah 2-3 dari Persebaya di Stadion Kanjuruhan  Kabupaten Malang tersebut mengakibatkan lebih dari 127 orang meninggal dunia.

Bentrokan terjadi setelah suporter Arema FC, Aremania, turun ke lapangan dan menyampaikan protes atas kekalahan dalam derby Jatim tersebut. Seiring waktu, semakin banyak suporter yang turun ke lapangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Polisi berupaya menghalau suporter untuk mengamankan pemain, ofisial tim, hingga wasit. Polisi pun kemudian menembakkan gas air mata ke arah penonton.

Baca Juga: Sambil Terisak, Presiden Arema FC Juragan 99 Minta Maaf atas Tragedi Kanjuruhan

Ekspedisi Mudik 2024

Berikut penyebab tragedi Kanjuruhan baik dari sisi suporter maupun polisi.

 

1. Suporter

Kekalahan melawan Persebaya Surabaya punya makna mendalam bagi suporter Arema mengingat rivalitas antara kedua tim. Terlebih, sejak era Liga Indonesia digulirkan pada 1994, Arema tak pernah kalah di kandang saat menghadapi Persebaya dalam derby Jatim.

Maka wajar—meski tak bisa dibenarkan untuk menghambur ke lapangan—suporter merasa kecewa dan menyampaikan protes kepada manajemen. Arema pun kini terperosok ke posisi sembilan klasemen sementara Liga 1 2022/2023 dengan poin 14 dari 11 laga. Singo Edan cuma berjarak satu poin di atas Persebaya yang bertengger di urutan kesepuluh.

Mungkin awalnya suporter Arema hanya berniat menyampaikan kritik kepada pemain dan jajaran pelatih tim. Akan tetapi, suporter yang kemudian masuk ke lapangan jumlahnya terus bertambah.

Baca Juga: Sedih Tragedi Kanjuruhan, Valentino Jebret Mundur sebagai Komentator Liga 1

Hal ini pun membuat pihak keamanan kewalahan. Gas air mata yang ditembakkan polisi kepada suporter hanya memperburuk situasi dan menjadi salah satu penyebab tragedi Kanjuruhan.

Fian,17, Aremania asal Sumbermanjingkulon, Kabupaten Malang, polisi tak hanya menembakkan gas air mata di tengah lapangan, tetapi juga ke arah tribune penonton, termasuk ke bangku tempatnya (dekat papan skor) dan para penonton lainnya yang masih berada di tempat duduk.

“Ditembak gas air mata. Mata perih dan sesak napas. Air mata meleleh,” kata Fian dilansir dari Bisnis.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Presiden Madura United: Semestinya Pengurus PSSI Mundur

Hal itu membuat para suporter panik. Mereka berhamburan berebutan mencari jalan keluar. Para penonton berdesak-desakan, bahkan sebagian terinjak-injak demi keluar dari stadion.

Melihat situasi seperti itu, Fian yang juga panik, menggandeng teman perempuannya keluar melalui pintu darurat di sebelah kiri. Fian menyaksikan seorang anak kecil terpisah dari orang tuanya, sebelum diselamatkan anggota TNI dan dibopong keluar stadion.

“Kami di tribune diam, tidak ngapa-ngapain. Mereka yang rusuh di bawah, kok di tribune juga ditembak gas air mata?” kata Fian.

Baca Juga: Sikapi Tragedi Kanjuruhan, Presiden FIFA: Hari Gelap Sepak Bola Dunia

 

2. Polisi

Dari beberapa sumber yang didapatkan, Panitia Pelaksana (Panpel) Arema dan polisi sempat mengusulkan pertandingan kontra Persebaya digelar sore hari. Namun dengan berbagai pertimbangan, PT Liga Indonesia Baru (LIB) tetap menggelar pertandingan itu pada malam hari.

Dilansir dari Bisnis, personel polisi yang disiagakan pada laga Arema FC vs Persebaya mencapai 2.034 personel. Namun jumlah itu tak sebanding dengan jumlah penonton yang totalnya 42.588 orang.

Perbandingan yang tak seimbang itu membuat polisi kewalahan ketika sekumpulan suporter Arema masuk ke lapangan. Beberapa polisi bertugas mengamankan pemain masuk ruang ganti, sementara sebagian lainnya menghalau massa agar tak terjadi kericuhan yang lebih luas lagi.

Baca Juga: Dampak Buruk Tragedi Kanjuruhan bagi Sepak Bola Indonesia

Sayangnya polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton yang dituding sebagai penyebab tragedi Kanjuruhan. Tembakan gas air mata yang dikeluarkan polisi justru memantik kobaran api dan membuat kondisi semakin tak terkendali. Meski belakangan diklaim sesuai prosedur, gas air mata sejatinya sudah dilarang dalam regulasi FIFA.



Saksi mata dari pihak suporter juga menyebut salah satu penyebab tragedi Kanjuruhan karena polisi melakukan tindakan represif dengan memukuli penonton.

Dalam keterangan resminya, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Nico Afinta, menyebut suporter yang meregang nyawa disebabkan karena penumpukan di pintu keluar stadion. “Mereka pergi ke satu titik di pintu 12 kemudian ada penumpukan dan di sana (menyebabkan) kekurangan oksigen, sesak napas. Tim medis di dalam stadion berupaya menolong,” ujar Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya