SOLOPOS.COM - Rumah Singgah di Boyolali yang digunakan sebagai rumah singgah ODGJ di Boyolali. Foto diambil Jumat (23/9/2022). (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, BOYOLALI — Dokter Spesialis Kejiwaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simo Boyolali, dr Ismail Salahudin, SpKJ menjelaskan penyebab seseorang menjadi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) cukup beragam.

Mulai dari faktor genetik atau keturunan, stres yang berat, penggunaan obat, kecelakaan, hingga trauma dan rasa bersalah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada umumnya seseorang mengalami gangguan jiwa karena punya masalah hidup yang berat.

“Ada yang mekanisme pertahanan jiwanya kurang bagus. Jadi begitu menemui masalah yang berat, stessor yang berat, dia tidak bisa menghadapi stes itu. Maka dia [mengalami] gangguan itu,” ucap dia kepada Solopos.com saat dihubungi, Senin (26/9/2022).

Ismail mengatakan paling banyak warga di Boyolali mengalami gangguan jiwa karena tekanan atau stres berat yang bersumber dari masalah hidup, salah satunya seperti situasi ekonomi yang buruk.

Baca juga: PENYAKIT LANGKA : “Manusia Kayu” Boyolali Dibawa ke RSUD Simo

“Karena sosial ekonominya, dia harus bekerja keras menanggung seluruh keluarganya. Dia mendapatkan stressor yang berat,” ucap dia.

Menurutnya, selama pandemi terdapat peningkatan jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa atau ODGJ di Boyolali. Ismail mengatakan peningkatan kasus tersebut lebih mengarah pada kondisi depresi yang berat.

Selanjutnya, gangguan jiwa juga bisa disebabkan karena penggunaan zat atau obat-obatan. Namun Ismail mengatakan kasus tersebut masih jarang dialami oleh warga Boyolali.

“Misalkan sering minum, sering menggunakan itu memang otaknya mudah terstimulasi. Jadi ada masalah besar dia mudah emosi dan akhirnya dia terkena gangguan jiwa,” ucap dia.

Gangguan jiwa juga bisa disebabkan karena trauma kecelakaan. Ismail mengatakan ada pasien-pasien nya yang mengalami hal tersebut.

Baca juga: Semester Pertama 2022, ODGJ Boyolali Capai 3.000 Orang di 22 Kecamatan

“Awalnya baik, kemudian kecelakaan. Kemudian mengalami gegar otak, setelah itu mengalami gangguan jiwa, itu bisa. Jadi gangguan di otak yang tidak segera ditangani itu bisa jadi gangguan jiwa juga,” ucap dia.

Selain itu, Ismail mengatakan penderita stroke ringan juga berisiko mengalami gangguan jiwa jika tidak ada penanganan dengan baik.

“Orang kan kalau rata-rata ada gangguan emosi, perilaku. Nah itu, kalau tidak segera diatasi bisa jadi gangguan juga,” ucap dia.

Gangguan jiwa juga bisa dialami lantaran rasa bersalah dan ketakutan. Ismail mengatakan ada kasus ODGJ semacam itu di Boyolali.

“Misalnya orang mencuri, walaupun tidak ketahuan tapi merasa ketakutan terus. Ada orang yang gangguan jiwa karena mencuri. Dia tidak ketahuan, tapi tiap kali ketemu dengan orang itu [pemilik barang], dia ketakutan. Setelah itu dia ketemu keluarga si pemilik, dia ketakutan. Terakhir dia ketemu dengan setiap orang, dia ketakutan,” ucap dia.

Baca juga: Tragis, Ini Kronologi Bakul Cilok Meninggal Dianiaya ODGJ di Boyolali

Dengan penyebab yang bermacam-macam, gangguab jiwa dibagi menjadi tiga kategori yakni ringan, sedang dan berat.

Ismail mengatakan penanganan ODGJ kategori ringan dan sedang cukup dengan pemberian obat dan rawat jalan. Sehingga tidak memerlukan perawatan intensif.

Perawatan intensif diberikan kepada penderita gangguan jiwa kategori berat. Ismail mengatakan ODGJ berat akan dirawat inap.

“Karena di Simo kan sudah punya bangsal khusus untuk gangguan jiwa. Rumah sakit umum tapi punya bangsal khusus untuk gangguan jiwa,” ucap dia.

Rawat inap di RSUD Simo bisa menampung 19 pasien ODGJ di Boyolali. Ismail mengatakan pihak rumah sakit berencana memperbanyak ruang rawat untuk ODGJ hingga 30 ruangan pada akhir 2022.

Baca juga: Waduh, ODGJ Panjat Tiang Penerangan Jalan Umum, Damkar dan BPBD Boyolali Turun Tangan



Lebih lanjut, Ismail berpesan kepada masyarakat agar bisa menerima pasien ODGJ di Boyolali yang sudah sembuh dan kondisinya baik.

“Masyarakat sekitar mesti bisa menerima dengan baik, kasih pekerjaan yang baik. Kalau pasien sudah sembuh, kemudian kembali ke masyarakat dan masyarakat tidak mau menerima, mencemooh, dan tidak mau memberi pekerjaan. Padahal pasien kemarin gangguan jiwa karena kondisi sosial ekonomi, ya bisa sakit lagi,” ucap dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya