SOLOPOS.COM - Safira Kusuma Wardani, anak balita berusia 11 bulan dari RT 003/R 002, Dukuh Jobodan, Desa Tambakboyo, Pedan, tak bisa menggerakkan tangan dan kaki kirinya sejak pertengahan Januari 2013 karena mengalami gangguan saraf motorik. Foto diambil Selasa (26/2/2013). (Ivan Andi M/JIBI/SOLOPOS)

Safira Kusuma Wardani, anak balita berusia 11 bulan dari RT 003/R 002, Dukuh Jobodan, Desa Tambakboyo, Pedan, tak bisa menggerakkan tangan dan kaki kirinya sejak pertengahan Januari 2013 karena mengalami gangguan saraf motorik. Foto diambil Selasa (26/2/2013). (Ivan Andi M/JIBI/SOLOPOS)

Ibunya telah meninggal saat ia baru berusia sekitar dua bulan. Ayahnya, entah pergi kemana semenjak ia lahir ke dunia. Hanya kakek dan nenek yang dengan penuh kasih sayang merawatnya hingga kini di rumah mereka, RT 003/R 002, Dukuh Jobodan, Desa Tambakboyo, Pedan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun sekali lagi, ujian menimpa anak balita berusia 11 bulan yang bernama lengkap Safira Kusuma Wardani itu. Badan anak balita itu mengalami panas tinggi, Minggu (13/1) dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB. Tak hanya itu, Safira juga mengalami kejang, mirip dengan gejala stroke pada orang tua.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kami membawanya ke RS Mitra, Pedan, malam itu juga. Di sana, Safira terbaring hanya tiga hari. Setelah panas badannya turun, kami membawanya pulang. Saat itu, tangan bagian kiri sudah tak bisa bergerak,” ujar kakek Safira, Edi Sucipto, 52, kepada Espos, Selasa (26/2).

Hanya sehari di rumah, tubuh Safira justru menjadi dingin tetapi berkeringat. Sang kakek segera membawanya ke RSI Klaten agar cucu kesayangannya itu mendapat perawatan intensif sehingga bisa kembali tersenyum ceria. Malang, Safira harus segera dirawat di ICU rumah sakit itu.

“Setelah di-scan, tim dokter menemukan terdapat benjolan kecil di kepala bagian belakang cucu saya. Akibatnya, tubuh bagian kiri anak itu tak bisa digerakkan. Tangannya lemas, juga dengan kakinya. Hingga kini itu masih terjadi,” ceritanya.

Tiga hari di RSI Klaten, Edi memutuskan meminta paksa kepada rumah sakit agar cucunya dirawat di rumah. Masalahnya, ia bukan orang berada. Bahkan, bisa dibilang hanya pas-pasan. Pekerjaannya sebagai buruh lepas tak cukup untuk membiayai dana perawatan selama tiga hari yang mencapai hampir Rp4 juta.

“Uang untuk menebus Safira dari berhutang ke tetangga. Saya punya Jamkesmas. Istri saya juga punya. Tetapi anak ini tak punya. Kami hanya mendapat potongan bayaran. Apa pun kami lakukan untuk anak sebatang kara ini. Tetapi sekali lagi, kami tak punya cukup uang,” keluhnya di rumahnya.

Nenek Safira, Sri Haryati, 43, mengaku hanya mampu membawa Safira kontrol ke dokter sekali saja. Memang, dana sebesar Rp135.000 yang harus dibayar saat kontrol dirasa berat. Ia mengaku masih memiliki utang sebesar Rp2,5 juta kepada tetangga.

“Saya bersyukur para tetangga pengertian pada kami. Sampai hari ini, belum ada bantuan yang datang kepada kami. Kami berharap ada pihak yang bersedia membantu cucu kami ini hingga ia kembali sembuh seperti sedia kala,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya