SOLOPOS.COM - Warjiman tergolek di amben rumah orang tuanya, RT 012/RW 002 Dukuh Jering, Desa Wates, Kecamatan Simo, Boyolali, Selasa (14/2/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Penyakit langka seperti yang dialami Sulami asal Sragen juga diderita Warjiman asal Simo, Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI — Berawal dari punggung kecetit yang dialami pada usia sekitar 25 tahun, Warjiman, 53, kini tak bisa lagi menggerakkan anggota badannya. Tubuhnya kaku seperti kayu, tak bisa ditekuk, hanya bisa tidur telentang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kondisi ini mengingatkan pada “manusia kayu” asal Sragen, Sulami, yang juga tubuhnya juga kaku. Bedanya, penyakit Warjiman, warga RT 012/RW 002 Dukuh Jering, Desa Wates, Kecamatan Simo, Boyolali, belum diketahui secara pasti.

Saat Solopos.com mengunjungi rumahnya, Selasa (14/2/2017) siang, Warjiman tergolek di amben reyot di sebuah kamar kecil berdinding kayu dan berlantai tanah. Rumah kuno itu adalah peninggalan orang tuanya.

Sang ibu Warjiman, Tumiyem, 80, masih hidup. Namun pendengarannya sudah tak berfungsi normal. Tumiyem-lah yang sehari-hari setia menemani Warjiman di rumah kuno itu.

Beruntung, Warjiman masih memiliki Suwarni, kakak kandungnya yang tinggal bersebelahan. Suwarni lah yang setia merawat dan membersihkan tubuh dan kamar Warjiman saban hari.

“Adik saya terbaring di amben sejak 1998. Makan, minum, buang air besar, ya di sana. Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan untuk merawat adik saya ini,” ujar Suwarni kepada Solopos.com dengan bahasa Jawa halus.

Menurut Suwarni, kondisi adik kandungnya yang tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya bermula dari insiden terkilir saat masih berusia sekitar 25 tahun. Saat itu, Warjiman bekerja sebagai kuli.

“Nah saat angkat-angkat barang itu, tulang bagian belakangnya kecetit. Lalu dipijatkan. Lama-kelamaan, sakitnya kian parah,” jelasnya.

Sebagai anak orang desa dan miskin, sama sekali tak terlintas dalam pikiran Warjiman ketika itu untuk memeriksakan sakitnya ke rumah sakit. Ia membiarkan rasa nyerinya itu hingga bertahun-tahun.

Sesekali punya uang, Warjiman memijatkan tubuhnya ke tukang pijat saraf. Dalam keadaan sakit itu, Warjiman masih tetap bekerja sebagai pengayuh becak di Semarang. Puncaknya pada 1998, di mana tubuh Warjiman tak bisa digerakkan sama sekali.

Sejak itulah dia hanya tergolek di amben beralas tikar. Di ruang sempit dan pengap itulah, Warjiman menghabiskan hari-harinya ditemani radio kuno dan alat garuk dari bambu.

Satu-satunya anggota tubuh yang bisa digerakkan dengan leluasa hanyalah tangan dan mata. “Didudukkan orang-orang pun enggak bisa karena kaki adik saya selalu terlentang ” jelasnya.

Meski demikian, pendengaran dan ingatan Warjiman cukup tajam. Saat berbincang dengan Solopos.com, suaranya juga masih terdengar jelas. “Kalau ada orang masuk, saya juga dengar. Kalau terdengar azan, saya selalu niatkan salat dalam hati. Saya ingin sembuh dan bisa bekerja membantu orang tua,” ujar Warjiman.

Berdasarkan keterangan Suwarni, sejumlah dokter dari RSUD Boyolali telah mengunjungi Warjiman, Selasa siang. Kunjungan itu sungguh membuat Warjiman terharu. Hampir 20 tahun ini keluarganya nyaris tak mendapatkan perhatian memadai dari pejabat terkait.

“Tadi banyak dokter menjenguk adik saya ini. Katanya akan diterapi secara rutin oleh dokter. Meski tak bisa sembuh total, setidaknya bisa duduk,” jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya