Solopos.com, SOLO – Kendati baru berumur 15 bulan, Iqbal Dwi Kurniawan sudah tujuh kali keluar masuk rumah sakit. Di usianya yang masih bayi, anak kedua pasangan Dedy Supriyono, 31, dan Indah Purnamasari, 22, warga Kampung Purwosari RT 001/RW 012, Purwosari, Laweyan, Solo itu, menderita kelainan kulit yang terbilang langka.
Hampir 70% kulit bayi laki-laki itu terkelupas memerah karena bekas luka. Beberapa bagian terlihat bekas luka yang mengering berwarna cokelat kehitam-hitaman, terutama di bagian kening dan dadanya.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Di bagian leher bocah itu juga terdapat luka yang masih basah akibat gatal-gatal. Di bagian pantat sampai ujung kaki pun tak terkecuali. Bahkan kuku di 10 jari kakinya tak ada sehingga jari-jari kaki itu seperti menyatu.
Saat Selang infus menempel di tangan kiri Iqbal dan selang lain dimasukkan ke lubang hidungnya. Selang itu berfungsi membantu Iqbal untuk minum ketika ia tak bisa minum di malam hari karena kondisi lidahnya yang sakit. Sebuah bulatan kecil berwarna merah tua bersarang di ujung lidahnya. Bulatan itu bisa tumbuh sampai sebesar ujung jari telunjuk orang dewasa. “Saat itulah, Iqbal tak mau makan dan minum. Hanya nangis. Apalagi saat gatal menyerang tubuhnya, tangisnya tak mau henti dan tangannya terus menggaruk,” kisah Dedy. Sudah dua pekan, Iqbal dirawat di RS itu. Iqbal sempat masuk Intensive Care Unit (ICU) selama lima hari terhitung sejak masuk RS, Sabtu (6/9/2014) lalu. Baru Kamis (11/9/2014), Iqbal pindah ke bangsal Sadewa. “Kondisi Iqbal saat masuk RS ini yang paling parah. Bagian paha dan lengannya membesar disertai demam yang tak kunjung turun. Iqbal sempat transfusi darah selama di ICU itu. Kami sudah tujuh kali membawa Iqbal keluar masuk RS ini,” terang Dedy. Dokter spesialis anak RS setempat mendiagnosa Iqbal mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Sedangkan dokter spesialis kulit mendiagnosa penyakit Iqbal disebabkan oleh bakteri air.
Saat umur 2,5 bulan, Iqbal sempat masuk RS Dr Moewardi. Dua pekan kemudian, sempat masuk di RS Panti Waluyo. “Karena tak ada perkembangan, akhirnya kami bawa ke RS Kasih Ibu saja yang paling dekat dengan rumah,” tambah Indah. Selama dua pekan di RS Kasih Ibu, Dedy dan Indah belum bisa membayar biaya perawatan anaknya. Fasilitas kartu Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) silver tak mampu mengaver semua biayanya. Penghasilan sebagai kuli bangunan pun tak mampu menutup total biaya yang mencapai Rp12,5 juta. “Setelah dikurangi fasilitas dari PKMS, kami harus membayar lagi Rp7,5 juta. Uang sebanyak itu darimana? Semua barang berharga, seperti kalung, HP, televisi sudah terjual semua. Untuk makan sehari-hari saja, hanya mengandalkan bantuan orang tua. Kami berharap ada dermawan yang sudi membantu kami,” harapnya.