SOLOPOS.COM - Australia-Indonesia (Istimewa/Wikispace.net)

Solopos.com, JAKARTA — Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mestinya lebih tegas terhadap pemerintah Australia yang tidak mampu menjamin tak ada lagi penyadapan atas pemimpin Indonesia di masa mendatang. “Sekarang ini menjadi tantangan bagi Presiden SBY untuk merespons sikap provokatif PM Australia Tony Abbot,” tegas Hikmahanto di Jakarta, Minggu (8/12/2013).

Pernyataan Abbott soal penyadapan Australia atas pemimpin Indonesia itu, menurutnya merupakan pernyataan yang provokatif di tengah upaya Menlu RI Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop untuk memenuhi 6 syarat yang diajukan oleh Presiden SBY bagi normalisasi hubungan bilateral Indonesia-Australia. Hikmahanto menanggapi pernyataan Abbott soal penyadapan yang akan berlangsung terus setidaknya didasari 2 hal, yakni Abbott tidak menyetujui penyelesaian pemulihan hubungan karena Presiden SBY mensyaratkan sejumlah hal. “Ini sama saja killing Australia softly bahkan penghentian sementara sejumlah kerja sama belum dicabut dan Dubes Indonesia belum akan kembali bertugas,” katanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lalu, kata Hikmahanto, hasil pertemuan dua Menlu dianggap banyak merugikan pemerintahan Abbott di mata publiknya karena Australia terkesan lemah dan mudah menyerah terhadap Indonesia sehingga diperlukan tindakan yang mampu mengembalikan posisi kuat Australia. “Akankah SBY melemah dengan tidak lagi menuntut enam syarat yang dikemukakan? Ataukah Presiden SBY bertindak lebih tegas dengan mengusir sejumlah diplomat Australia? Pengusiran seharusnya merupakan tindakan yang dilakukan sejak awal saat Indonesia mengetahui disadap oleh AS dan Australia,” kata Hikmahanto.

Ekspedisi Mudik 2024

Presiden SBY, katanya, pasti akan dinilai oleh publiknya dalam menjaga kewibawaan Negara Kesatuan RI di hadapan pemerintahan asing. “Penilaian ini akan berpengaruh pada sukses tidaknya pemerintahan yang dipimpin SBY yang segera berakhir tahun depan,” katanya.

“Akankah SBY meninggalkan legacy atau justru meninggalkan kesan negatif terhadap pemerintahannya sama seperti Presiden Habibie saat Timor Timur harus lepas dari Indonesia?” ujar Hikmahanto mempertanyakan. Sebelumnya, Presiden SBY di Pendapa Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (6/12/2013) menegaskan normalisasi hubungan bilateral dengan Australia dapat dilakukan setelah dapat memulihkan rasa saling percaya dan saling menghormati.

“Saya senang sesuai dengan laporan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pihak Australia memberikan penyesalan yang mendalam atas terjadinya insiden itu, kita senang mendengarnya tetapi biarlah mengalir dulu, sampai Indonesia yakin, sampai saya yakin, bahwa ke depan tidak ada lagi masalah-masalah seperti itu dan kita bisa menjalin kerja sama yang baik,” kata Presiden. Presiden menegaskan lagi bahwa penyadapan merupakan sesuatu yang serius dan tidak bisa berlaku atau berlangsung begitu saja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya