SOLOPOS.COM - Ilustrasi sapi impor asal Australia (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka kemungkinan melanjutkan pemulihan aneka kerja sama dengan Australia setelah membaca surat dari Perdana Menteri Tony Abbot terkait skandal pendapan intelijen Negeri Kanguru itu. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengakui kemungkinan Indonesia berpaling ke India dalam urusan impor sapi.

Hatta di hadapan wartawan di Jakarta, Selasa (26/11/2013), mengatakan Indonesia bisa mencari negara lain seperti India untuk impor sapi dalam rangka memenuhi kebutuhan daging dalam negeri. Menurut dia, kemungkinan itu dibuka agar Indonesia tidak terlalu bergantung kepada satu negara. “Saya kira negara seperti India cukup potensial, saat ini Malaysia impor sapi dari India,” katanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hatta mengatakan rencana tersebut dapat dilakukan asalkan pemerintah melakukan revisi UU No18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan guna mengubah kebijakan impor sapi dari sistem berbasis negara (country based) menjadi berbasis wilayah atau zona. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Indonesia hanya boleh melakukan impor daging sapi dari negara-negara yang sudah dianggap bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), seperti Australia dan Selandia Baru.

“Kita tidak bisa impor dari India, padahal India negaranya luas sekali, kalau ada satu negara bagian mengalami penyakit bukan berarti seluruh negara terkena gangguan penyakit sapi,” jelas Hatta.

Hatta membantah upaya revisi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta mencari negara lain untuk impor daging sapi, bukan merupakan dampak dari upaya penyadapan yang dilakukan Australia kepada Indonesia. “Revisi itu kepentingan kita, ada atau tidak ada penyadapan, kita tidak boleh menggantungkan impor pada satu negara dan harus dicari peluang yang lain,” tegasnya.

Menteri Pertanian Suswono menambahkan sebagai negara kepulauan, lebih ideal bagi Indonesia untuk menganut kebijakan berbasis wilayah atau zona (zone based) dibandingkan sistem berbasis negara terkait kebijakan ekspor maupun impor komoditas pangan. Saat ini, revisi Undang-Undang sedang dilakukan pemerintah agar upaya tersebut tidak menyalahi peraturan perundangan, termasuk mencari keunggulan dari kemungkinan penerapan kebijakan berbasis wilayah atau zona tersebut.

“Kita tidak akan diuntungkan kalau suatu saat misalnya kita mau ekspor produk ternak kita, padahal antar kepulauan yang satu bebas, yang satu kena penyakit, yang bebas tidak bisa keluar karena menganut country based,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya