SOLOPOS.COM - Sejumlah warga bersama Pekerja Seks Komersil (PSK) di lokalisasi Dolly menggelar doa bersama di Jalan Putat Jaya, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/6/2014) malam. Doa bersama tersebut terkait Deklarasi Surabaya Bebas Prostitusi di Islamic Center Surabaya dan penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang digagas Pemerintah Kota Surabaya. (JIBI/Solopos/Antara/Suryanto)

Solopos.com, SOLO – Heboh penutupan lokalisasi Dolly ternyata tak hanya dirasakan di tanah air. Sejumlah media asing memberitakan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara ini. Barangkali jadi hal yang menarik mengingat nama Dolly sudah terlanjur mendunia.

Dalam artikel berjudul Indonesian city orders red-light district shuttered media Timur Tengah, Gulg Times mengisahkan penutupan area prostitusi terbesar se-Asia Tenggara itu. Media ini menggambarkan bagaimana tarik ulur sejumlah kepentingan dalam penutupan Gang Dolly.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pemaparan yang hampir serupa diangkan Channel News Asia dan Emirates247. Portal berita yang disebut terakhir hanya memuat berita singkat seputar deklarasi penutupan. Sedangkan Channel News Asia lebih lengkap dengan pemaparan sejarah Dolly dan analisis dampak sosial.

Sementara, situs berita Thailand mengangkat tulisan dengan judul Surabaya “Dolly” district to close kemarin. Media Thailand sepertinya lebih akrab dengan Dolly sehingga tak perlu memasang embel-embel “Tempat Prostitusi” pada atribut nama Dolly di judul berita.

Media Australia, Radio Australia hari ini mengangkat artikel berjudul Sex workers protest shutdown of Surabaya’s “Dolly” red-light district. Media ini mengambil sudut pandang PSK yang merugi akibat penutupan. Diceritakannya penentangan PSK dan pihak berkepentingan yang mencari nafkah dari prostitusi atas penutupan kawasan lampu merah di Kota Pahlawan.

“Aku ingin melihat anak-anak ku sukses, dan hanya dengan itu aku bisa bahagia. Jadi, jangan aku minta berhenti sekarang. Aku akan kembali ke jalan yang benar pada saatnya nanti,” kata Yuni, PSK 38 tahun yang mengaku mencari nafkah di Dolly untuk membayai anak-anaknya sekolah.

Media Amerika Serikat (AS), Washington Post, Kamis (19/6/2014) memberitakan penutupan lokalisasi Dolly dalam artikel berjudul Indonesia shuts down massive prostitution complex.

“Most of Indonesia’s 246 million people are Muslims. However, prostitution rings operate openly in all major cities despite opposition from Islamic conservatives, some of whom want to replace Indonesia’s secular system with one bound by Islamic law [Mayoritas dari 246 penduduk Indonesia adalah Muslim. Namun tempat prostitusi beroperasi secara terbuka di sebagian kota. Hal ini memicu pertentangan dari kelompok Islam konservatif, beberapa diantaranya ingin mengganti sistem sekuler dengan hukum Islam,” tulisnya.

BBC pada 18 Juni 2014 juga memuat tulisan berjudul, Battle over Indonesian red-light district yang mengisahkan pertentangan terkait penutupan lokalisasi Gang Dolly atau dalam Bahasa Inggris disebut Dolly Lane.

Disebutkan, Dolly bukan hanya soal perdagangan seksual. Namun sudah menjelma menjadi sistem ekonomi. Lokalisasi itu memberikan pekerjaan dan pendapatan bagi penduduk di sekitarnya — dari tukang parkir, warung, laundry, sampai penjual mie rebus.

Penutupan Dolly yang beroperasi sejak 1967 lalu tak mudah. Diwarnai kontroversi sengit dan penolakan baik dari PSK maupun mucikari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya