SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi. (JIBI/Reuters)

Solopos.com, BLITAR — Penularan penyakit tuberculosis (TBC) di Kabupaten Blitar sulit dibendung. Akibatnya jumlah penderita penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium tuberculosis ini terus meningkat.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kondisi demikian. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait pengobatan secara rasional menjadi salah satu faktor di antaranya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar kesulitan untuk mengobati penderita TBC. Ini karena mereka sulit ditemukan. Dari target temuan suspect TBC sebanyak 10.088 pasien, Dinkes hanya menemukan 4.310 pasien. Atau hanya 42% dari target. Sedangkan target temuan positif TBC sebanyak 2.612 pasien. Namun sampai saat ini hanya ditemukan 677 pasien. Atau hanya 25,92%.

“Kami sangat kesulitan menemukan pasien positif TBC. Ini karena masyarakat kalau menderita batuk tidak memeriksakan diri ke layanan kesehatan. Jika batuk satu sampai seminggu, mereka memilih mencari obat ke apotek. Padahal jika batuk lebih dari dua minggu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dahak,” kata Kabid Pencegahan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar, Krisna Yekti, seperti dikutip detik.com, Kamis (9/1/2020).

Pemkab Blitar, lanjut Krisna, telah menfasilitasi kemudahan layanan pemeriksaan dahak atau dikenal pemeriksaan BTA. Sebuah alat Test Molecular Cepat (TMC) disediakan di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Puskesmas Kanigoro, dan Puskesmas Srengat.

“Kalau lokasi warga jauh dari tiga tempat itu, silakan datang saja ke Puskesmas terdekat. Nanti petugas Puskesmas itu akan mengantarkan tes BTA-nya ke Puskesmas yang sudah ada alat TMC dan gratis,” imbuhnya.

Wilayah dengan jumlah penderita banyak di antaranya Kecamatan Srengat, Kanigoro, Kademangan dan Sutojayan. Menurut Krisna, ini karena lokasinya dekat dengan Puskesmas yang telah dilengkapi alat TMC.

Mirisnya, peningkatan jumlah penderita TBC ini juga dibarengi meningkatnya pasien TBC yang kebal obat. Atau Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB). Di Kabupaten Blitar, pasien MDR mulai ditemukan pada 2015. Kala itu hanya ada dua penderita, mereka warga Sutojayan. Setahun berikutnya naik menjadi 4 pasien MDR. Di 2018 ada 38 pasien dan sampai 2020 ini naik menjadi 42 pasien MDR.

“Anggapan bahwa ini penyakit kutukan, penyakit turunan, membuat warga tidak melakukan pengobatan secara rasional. Padahal, jika di satu orang ada penderita TBC tidak ditangani secara khusus alat makannya, selalu pakai masker, ini rentan menular ke anggota keluarga dalam satu rumah itu,” imbuh Krisna.

Faktor Pasien TBC tidak mau dipublikasikan juga menambah parah progres penularan. Orang lain tidak tahu jika dia penderita penyakit menular. Potensi penyebaran terjadi jika pasien TBC batuk tanpa menutup mulutnya atau tanpa memakai masker serta membuang dahaknya di sembarang tempat.

“Kita yang sehat harus lebih waspada. Caranya, pakai masker di mana pun ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya