SOLOPOS.COM - Salah satu adegan dalam pentas Teater Wejang bertajuk Satu Bangku Dua Laki-laki di Hall Gedung C FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (18/12) malam. Pementasan ini adalah pentas produksi ke-40 kelompok teater itu. (Solopos/JIBI/ Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Pada suatu senja, dua laki-laki yang berbeda usia tak sengaja bersua di taman kota. Lelaki yang muda tampak tertekan dengan perilaku istrinya yang gemar belanja. Sementara sang lelaki tua tampak menyimak kegundahan hati lelaki muda yang tidak ia kenal sebelumnya ini. Saat lelaki muda ditinggal istrinya belanja, sang lelaki tua menghampirinya. Keduanya pun berbagi bangku yang sama. Hingga akhirnya terungkap, keduanya sama-sama bernama Johan.

Selepas basa-basi sejenak, Johan muda penasaran dengan latar belakang Johan tua. Dengan mata berkaca-kaca, Johan tua mengisahkan masa lalunya. Rupanya, Johan tua adalah lelaki sebatang kara yang sudah ditinggal pergi anak dan istrinya. “Dulu saya punya anak laki-laki, namanya Robi. Saat perusahaanku belum berkembang, aku mengajaknya ke kebun binatang atau beli es krim. Namun bencana itu datang, kesibukanku membuat anakku terus menungguku. Hingga suatu hari, dia mengejar lelaki di jalan yang dia kira aku, tanpa sengaja ada mobil yang menerjang anakku hingga mati. Istriku benci setengah mati dan pergi meninggalkanku,” kisahnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rupanya dua lelaki ini sama-sama memendam kekecewaan. Johan tua belum bisa memaafkan masa lalunya yang menyia-nyiakan kebersamaan bersama keluarga demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sementara Johan muda tak punya sikap tegas menghadapi hobi doyan belanja istrinya yang membuat ekonomi keluarga karut marut.

Cerita tersebut menjadi bagian dari pementasan teater realis garapan Teater Wejang Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), yang digelar di Hall Gedung C kampus setempat, Rabu (18/12/2013) malam. Dalam pementasan ini, terselip kritik pada perilaku masyarakat urban yang kian egois dan tak peduli pada sekeliling.

Realitas tersebut disajikan lewat pertunjukan teater berjudul Satu Bangku Dua Laki-laki garapan Triyono. Tak hanya menyuguhkan realitas langkanya budaya sosialisasi tatap muka, pertunjukan ini juga mengkritisi perilaku matrealistis yang selalu berujung dengan masalah.

Sutradara pementasan, Frisilia Desti, mengatakan pementasan ini sudah disiapkan selama tiga bulan. “Dewasa ini banyak sekali manusia urban yang terobsesi ingin kaya atau tampak berkecukupan. Lihat sendiri akibatnya banyak sekali yang dikorbankan. Manusia sekarang juga egois. Mereka udah enggak peduli lagi sama sekeliling,” ujarnya merangkum pesan pertunjukan itu, saat ditemui Solopos.com, seusai pementasan.

Pertunjukan berdurasi hampir selama satu jam ini dinilai lumayan oleh anggota sebuah kelompok teater di Solo, Nana Mahendrasari, 17. “Dulu saya pernah baca naskah ini. Menurut saya pertunjukannya lumayan berhasil meskipun ada dialog yang sedikit beribet di tengah. Tapi so far pesannya sampai,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya