SOLOPOS.COM - Pentas Matah Ati

Pentas Matah Ati

SOLO–Gelaran Matah Ati hari kedua, Minggu (9/9/2012), tak kalah spektakuler dibandingkan hari pertama. Di tengah decak kagum ribuan penonton yang menyaksikan sendratari kolosal itu, terjadi sejumlah ”keruwetan” yang tertata rapi di belakang panggung. Termasuk penari hanya punya waktu tiga setengah menit untuk berganti kostum. Wow!

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Perpaduan antara gerak lincah dan kompak para penari Matah Ati di Pamedan Pura Mangkunegaran, Solo, Minggu malam, terlihat begitu indah. Ditambah tata lampu yang menyorot tegas dan musik gamelan yang terdengar jelas, semua komponen dalam pementasan itu seolah menjadi gambaran panggung kolosal termegah di Kota Bengawan tahun ini.

Tepat di bawah panggung yang memiliki kemiringan 20 derajat dan delapan pintu masuk itu, ratusan penari dan kru produksi men-setting panggung kedua mereka. Di ruangan yang memiliki lebar lebih dari 40 meter dari sisi selatan ke utara itu, penari harus berlarian setiap kali ganti adegan. Mereka keluar dari pintu selatan lalu masuk panggung utama lagi melalui pintu utara tepat waktu.

Mengandalkan kecepatan dan kecekatan, para pendukung pertunjukan berganti kostum dan riasan. “Kami di bawah panggung itu ribet, banyak aktivitas mulai dari berlarian hingga memilih pakaian ganti. Itu panggung kedua kami,” cerita salah satu koreografer Matah Ati, Eko Supendi saat berbincang dengan Espos.

Meski ruwet di sana-sini, panggung kedua pentas yang juga telah meraih kesuksesan di Singapura itu tetap terkonsep. Tak sembarangan, setiap titik memiliki fungsi yang berbeda. Diatur dan tertata, bukan sekadar ruang ganti.

”Semua ditata rapi, setiap kru sudah berjaga di ruangan itu. Jadi penari yang ganti pakaian bisa langsung cepat. Harus bisa menghafalkan letak-letaknya. Soalnya memang kecepatan sangat diperlukan,” ucap sang produser, Atilah Soeryadjaya, seusai pentas.
Saking ruwetnya aktivitas di panggung kedua Matah Ati, tak satupun orang luar yang diizinkan memasuki ruangan, termasuk sang produser. Begitu pula Solopos.com, dilarang masuk, meski sekadar mengintip. “Kalau ada yang masuk, takutnya malah ribet. Lokasinya sempit, banyak penari seliweran. Jadi sekali ada yang tersenggol bisa berantakan semua,” tambah Atilah.

Meski tak bisa menyaksikan panggung kedua Matah Ati langsung, kecepatan dan ketepatan ganti kostum yang diceritakan kru dapat dicermati. Salah satunya pada adegan terakhir, ketika Rubiyah si tokoh utama harus berganti kostum dari pakaian perang ke pakaian pengantin.

Saat mempersiapkan diri untuk pesta pernikahan dan muncul kembali ke panggung beserta kostum pengantin lengkap dengan rias dan sanggulnya, Rambat, pemeran Rubiyah, hanya memiliki waktu tiga setengah menit untuk ganti pakaian, make up dan berlari dari ujung selatan ke utara panggung. Setibanya di panggung, sang penari tampil kalem dan tenang tanpa memperlihatkan keruwetan yang usain dijalaninya.

”Ada yang ganti pakaian sambil lari. Kami sampai menghitung kecepatan mereka dengan stopwatch,” tukas Atilah yang juga bagian dari trah Mangkunegaran ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya