SOLOPOS.COM - Ilustrasi sertifkat (tanda bukti hak) atas tanah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Harianjogja.com, JOGJA-Tim penyidik Kejaksaan Tinggi DIY melakukan pemasangan papan penyitaan tanah seluas tiga hektare yang sempat tertunda di Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Senin (29/9/2014). Namun dalam penyitaan tanah terkait dugaan korupsi penjualan tanah Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut sempat terjadi insiden penolakan dari pihak Yayasan Fakultas Pertanian UGM (Fapertagama).

Pihak Yayasan Fapertagama dianggap mempersulit proses hukum penyitaan tanah karena tidak mau menandatangani berita acara penyitaan (BAP).

Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren

“Ketua yayasan [Fapertagama] enggak mau tandatangan berita acara penyitaan tanpa alasan yang jelas,” kata Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi DIY Purwanta Sudarmadji saat dihubungi Harianjogja.com, Senin (29/9/2014).

Purwanta mengatakan, penyitaan tanah seluas tiga hektare itu sudah sesuai prosedur berdasarkan keputusan pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Nomor 12/Pen.Pid.Sus- TPK/IX/2014/PN.Yk. Berita acara penyitaan harus ditanda tangani pihak Yayasan Fapertagama dan pihak pengelola lahan saat ini.

Namun, setelah berdiskusi dengan kuasa hukum Yayasan Fapertagama, akhirnya pihak yayasan melalui kuasa hukumnya mau menandatangani berita acara pemeriksaan. Tanah yang digunakan laboratorium Fapertagama itu pun kini statusnya sudah menjadi barang sitaan Kejaksaan Tinggi DIY.

Penyidik kejaksaan tinggi DIY meyakini tanah seluas tiga hektare itu milik UGM namun diatasnamakan Yayasan Fapertagama. Sama halnya dengan tanah seluas 4.000 meter persegi yang berada tak jauh dari lokasi laboratorium yang sudah disita lebih dulu saat kasus terebut mencuat.

Menurut Purwanta, sekitar 1,3 hekltare dari tiga hektare yang dimanfaatkan Yayasan Fapertagama telah disewakan kepada pihak ketiga sejak 2011 lalu dengan jangka sewa selama lima tahun, dalam naskah kerjasama Yayasan Fapertagama dengan pihak ketiga tertulis nama salah satu tersangka yaitu Triyanto yang menjabat sebagai ketua yayasan saat itu.

“Biaya sewanya Rp160 juta per tahun,” kata Purwanta.

Dihubungi terpisah, Penasehat Hukum Yayasan Fapertagama Heru Lestariyanto menyatakan penolakan tandatangan berita acara penyitaan itu karena proses penyitaan tanpa ada pemberitahuan lebih dulu.

Heru menampik pihak Yayasan Fapertagama mengambil alih lahan tersebut. Menurut dia, tanah tiga hektare tersebut tetap bagian dari aset UGM. Hanya, pengelolaannya dilakukan oleh
Fapertagama. Ia juga menolak dikatakan telah menyewakan tanah kepada pihak ketiga.

“Tanah itu dari dulu sampai sekarang tetap digunakan untuk untuk kepentingan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” tegas Heru. Diketahui Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dimaksud adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya