SOLOPOS.COM - Ilustrasi batubara (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, CIREBON — Kalangan pengusaha merugi hingga miliaran rupiah akibat penjarahan batu bara di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, sejak 2004.

Pelindo II Cabang Pelabuhan Cirebon selaku Port Facility Security Officer (PFSO), bersama muspida Kota Cirebon, serta KSOP Cirebon selaku pengusaha, mulai Maret 2014 telah berupaya melakukan sterilisasi area pelabuhan. Mereka melakukan pendekatan terhadap masyarakat sekitar pelabuhan, namun rencana sterilisasi tertunda.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Manager Operasi yang juga Humas Pelindo II Cirebon Yossianis Marciano mengatakan penundaan sterilisasi area pelabuhan pada Maret 2014 lalu datang dari Kepala KSOP Cirebon dan Kapolres Cirebon karena dikhawatirkan menimbulkan gejolak yang mengganggu kamtibmas jelang Pilpres, Ramadan, dan Idul Fitri.

Dia menuturkan berdasarkan Permenhub PM. No. 36 Tahun 2012, KSOP seharusnya berada di garis depan dalam penengakan hukum, keselamatan, dan keamanan pelayaran. “Jika penjarahan batu bara terus berlangsung dan tidak ada upaya sterilisasi area pelabuhan, maka ISPS Code akan sulit dilakukan,” katanya, Minggu (31/8/2014).

Yossianis Marciano mengungkapkan akibat penundaan sterilisasi area pelabuhan, kerugian yang dialami pengusaha akibat penjarahan terus berlanjut. Apalagi, lanjutnya, para penjarah kerap meminta jatah mulai 15-50 ton per tongkang.

“Rata-rata kapal tongkang yang masuk ke Pelabuhan Cirebon sekitar 50 kapal, coba bayangkan kerugian pengusaha dalam satu tahunnya, dengan asumsi harga batubara US$50 per ton,” ujarnya.

Pihaknya berharap ada upaya serius dari seluruh stakholder yang ada di pelabuhan maupun pemerintah dan aparat di Kota Cirebon untuk proses sterilisasi agar ISPS Code bisa diberlakukan. “Jika ISPS Code tidak diberlakukan, kapal asing tidak akan berlabuh di pelabuhan Indonesia, dan kapal dari Indonesia akan ditolak di negara tujuan,” tambahnya.

Yossianis Marciano menduga maraknya penjarahan dengan modus meminta jatah akibat adanya oknum dari berbagai instansi yang melindungi penadah batu bara hasil jarahan tersebut. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat meminta pemerintah dan aparat menindak tegas penjarahan batu bara yang terjadi di Pelabuhan Cirebon.

Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja mengatakan penjarahan tersebut jika tidak dihentikan akan berimbas lebih buruk lagi terhadap cost produksi pengusaha dalam menjalankan aktivitasnya. “Memang penjarahan itu kerap terjadi di Pelabuhan Cirebon yang mengakibatkan kerugian hingga miliaran,” ujarnya.

Oleh karena itu, ujarnya, aparat harus berani menindak tegas oknum-oknum yang menjarah batu bara tersebut. Namun demikian, Apindo menyatakan jika batu bara yang sudah berserakan di lokasi pelabuhan akibat jatuh di truk terus diambil masyarakat sah-sah saja. “Kalau diambil sisa jatuh di tanah, memang tidak boleh diambil lagi sama truk. Jadi, biasanya masyarakat selalu mengambilnya,” katanya.

Tabel Asumsi Kerugian Pengusaha Batu Bara Akibat Penjarahan

3 Skenario penjarahan batu bara di Pelabuhan Cirebon dengan asumsi harga batubara US$50 per ton, dan rata-rata per bulan 50 kapal:

– Penjarahan Skenario Pesimis: 15 ton per tongkang atau Rp4,5 miliar/tahun
– Penjarahan Skenario Moderate: 25 ton per tongkang atau Rp7,5 miliar/tahun
– Penjarahan Skenario Aggresive: 50 ton per tongkang atau Rp15 miliar/tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya