SOLOPOS.COM - Ilustrasi penipuan (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Seorang warga Sidoharjo, Sragen, menjadi korban penipuan dengan modus pengangkatan PNS.

Solopos.com, SRAGEN — Empat guru wiyata bakti (WB) asal Ngrampal, Sidoharjo, dan Tanon, Kabupaten Sragen, menjadi korban penipuan atau penggelapan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dengan kerugian mencapai Rp287 juta.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Uang itu mereka bayarkan kepada seorang pensiunan guru pegawai negeri sipil (PNS) asal Mlati, Kabupaten Sleman, DIY, HM, 58, yang menjanjikan mereka bisa lolos menjadi CPNS. Namun, janji itu tak terwujud.

Keempat guru WB itu masing-masing Bambang Tri Wahyudi, warga Ngrampal, Sragen; Nunuk Rahmawati dan Yusuf Hermawan, warga Jetak, Sidoharjo, Sragen, serta Istiqomah warga Slogo, Tanon, Sragen, masih berhubungan keluarga. Bambang, Nunuk, dan Yusuf merupakan anak kandung Fauzan Hidayat, 73, warga Jetak, Sidoharjo, Sragen, yang melaporkan kasus ini ke polisi. Sementara Istiqomah merupakan keponakan Fauzan Hidayat.

Kanit Reskrim Polsek Sidoharjo Ipda Sulardi mewakili Kapolsek Sidoharjo AKP Agus Taruna atas seizin Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman saat ditemui wartawan di Mapolres Sragen, Selasa (23/1/2018) siang, menjelaskan lokus kejadian perkara itu di BRI Unit Sidoharjo yang terletak di Jl. Raya Sidoharjo-Tanon Sragen karena di bank itulah keempat korban mentransfer uang kepada tersangka.

“Peristiwa itu berawal pada November 2014 hingga Januari 2015. Saat itu HM diduga menggunakan tipu muslihat dan bujukan dengan kata-kata bohong untuk menyakinkan Fauzan agar mendaftarkan keempat anak dan keponakannya menjadi CPNS. Fauzan bisa bertemu HM dengan perantara S, 59, seorang PNS asal Suwatu, Tanon. HM diduga menjanjikan bisa meloloskan seseorang menjadi CPNS pada pengumuman tes CPNS 2015 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” ujar Sulardi.

Fauzan tertarik dan percaya dengan bujukan tersebut. Sulardi menyampaikan Fauzan mendaftarkan ketiga anak kandungnya plus seorang keponakannya untuk mendaftar CPNS dengan persyaratan di antaranya permohonan lamaran, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), surat keterangan dokter, fotokopi ijazah terakhir, surat keputusan mengajar WB, dan foto 3 x 4 berwarna sebanyak tujuh lembar.

“Keempat pendaftar diharuskan membayar administrasi Rp50 juta per orang. Atas nama pendaftar Bambang ada tambahan uang administrasi Rp62 juta. Untuk pendaftar Nunuk dan Yusuf dikenai tambahan administrasi masing-masing Rp25 juta. Sehingga Fauzan menyerahkan uang kepada HM itu mencapai Rp312 juta. Tetapi janji untuk menjadi CPNS di Solo, Boyolali, Karanganyar, dan Sragen itu pada 2015 tidak terealisasi, bahkan sampai 2018 tidak ada kejelasan,” kata Sulardi.

Akhirnya, perkara tersebut dilaporkan ke Polsek Sidoharjo pada Senin (8/1/2018) lalu. Selama proses penyidikan, kata Sulardi, HM sudah mengembalikan sebagian uang yang diserahkan Fauzan hingga tersisa Rp287 juta.

“Uang itu dikembalikan terlapor kepada Fauzan dengan bukti kuitansi bermeterai Rp6.000. Dengan pengembalian itu terlapor berasumsi kasus itu beralih ke perdata tetapi pengembalian itu tidak bisa menggugurkan perkara pokoknya, yakni pelanggaran Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara,” ujar Sulardi.

Selama ini, Sulardi sudah memeriksa 11 saksi atas perkara itu dan HM sudah ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan untuk proses selanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya