SOLOPOS.COM - Peni Candra Rini (Istimewa)

Peni Candra Rini (Istimewa)

Musisi kelahiran Tulungagung, Jawa Timur, Peni Candra Rini, kembali bergeliat. Pascabelajar musik di Amerika 2012 lalu, perempuan bertubuh mungil ini menciptakan  karya terbarunya tentang feminisme berjudul Ontosoroh. Selesai diproduksi bersama koreografer asal Australia, Ade Suharto, performance art bertajuk Ontosoroh itu bakal dibawa keliling Negeri Kanguru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pementasan ke Australia rencananya digelar September 2013 dalam sebuah festival seni pertunjukan Asia bertajuk OzAsia 2013.

Tak hanya itu, performance art yang baru akan dipentaskan perdana di Solo Agustus mendatang itu juga didaulat sebagai pengisi OzAsia 2014, peserta Australia Performing Arts Mart (APAM) 2014 serta salah satu penampil acara seni bertajuk Womaddelaide yang juga digelar di Australia.

Peni yang didapuk sebagai komposer sekaligus konseptor Ontosoroh menjelaskan performance art ketiganya ini terinspirasi dari kisah Nyai Ontosoroh dalam buku karya Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia. Rasa simpatinya atas ketegaran Nyai Ontosoroh membuat Peni tertarik memvisualisasikan tokoh gundik Belanda itu dalam bentuk pertunjukan.

“Awalnya saya dipinjami bukunya Pramoedya Ananta Toer oleh Pak Panggah [komposer Solo, Rahayu Supanggah]. Dari situ saya mulai ingin membuat pementasan dengan ide tokoh Ontosoroh,” tuturnya saat berbincang dengan Solopos.com di kediamannya di Gang Guntur IV No 63, Kentingan, Solo, Senin (1/4).

Pementasan Ontosoroh menurut Peni melibatkan lima personel yaitu Ade Suharto sebagai penari, dirinya sebagai penyanyi merangkap penari tambahan serta tiga pemain musik. Selaras dengan kisah Nyai Ontosoroh, karya terbarunya ini lebih banyak mengangkat sosok perempuan yang kuat dari Tanah Jawa. Konsep gerakan tari hingga komposisi musik, menurutnya terkesan feminin dan garang.

“Banyak gerakan-gerakan yang memperlihatkan perempuan yang kuat dengan mengangkat tangan menengadah ke atas.”

Secara keseluruhan konsep karya terbarunya ini berbentuk pertunjukan kontemporer. Terdapat beberapa perpaduan antara unsur etnik Jawa dan gerakan modern dance. Tak hanya menampilkan sosok penari secara jelas, pementasan yang rencananya berdurasi sekitar satu jam itu bakal dikolaborasikan dengan tata lampu dan memanfaatkan siluet tubuh penari.

“Akan ada efek shadow dari tubuh penari saat saya nembang Jawa,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya