SOLOPOS.COM - Kepala Diskopnaker Boyolali, M. Arief Wardianta, saat diwawancara Solopos.com di kantornya, Kamis (8/12/2022). Diskopnaker Boyolali mempersilakan Apindo memiliki UMK sendiri untuk menggaji karyawan, akan tetapi jika kalah JR harus membayar sisanya. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Boyolali masih merasa keberatan dengan kenaikan Upah Minimum Kerja (UMK) Boyolali yang disahkan sebesar Rp2.155.712,29.

Mereka keberatan karena penetapan UMK tersebut menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 bukan Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua Apindo Boyolali, Imam Bahri, mengatakan jika menggunakan PP 36/21 maka kenaikan UMK Boyolali 2023 sebesar Rp42.000.

“Kami keberatan dengan Permenaker karena pertama pandemi itu masih, belum berakhir. Kedua krisis global terdampak dari perang Rusia – Ukraina, akhirnya harga komoditas tinggi sementara daya beli turun dan berdampak pada produksi manufaktur, alas kaki, tekstil, dan garmen,” ujarnya kepada Solopos.com, Kamis (8/12/2022) sore.

Lebih lanjut, ia menginformasikan Apindo sedang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) dan saat ini proses hukum sedang berlangsung.

Baca juga: UPAH BURUH : Belum teken UMK, Bupati Kudus Berharap Segara Ada Kesepakatan Angka

Imam menjelaskan Apindo menghormati proses hukum yang berlalu. Jika pada akhirnya Permenaker 18/22 yang inkrah, maka pengusaha akan tetap mematuhi.

“Sebelum ada keputusan inkrah, ya pakai PP36/21, kenaikan UMK Rp42.000. Baru misal ada keputusan dan Permenaker yang digunakan, maka nanti gaji akan dirapel karena itu hak karyawan. Kami Apindo akan menghormati proses hukum,” jelas dia.

Imam lebih lanjut menginformasikan, Apindo Boyolali memiliki anggota dadi 43 perusahaan se-Boyolali dengan kurang lebih 50.199 karyawan. Kebanyakan perusahaan yang menjadi anggota Apindo Boyolali adalah pabrik tekstil dan garmen.

Sementara itu, Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja (Diskopnaker) Boyolali, M. Arief Wardianta, membolehkah sikap Apindo Boyolali yang akan menggunakan kenaikan UMK Boyolali sebesar Rp42.000 sampai ada keputusan dari MA.

“Apindo menyatakan akan membayar sesuai PP 36 sementara, sambil menunggu judicial review, ya monggo saja, enggak masalah. Namun, apabila nanti keputusan ini [UMK berdasarkan Permenaker] tetap berlaku, otomatis perusahaan harus membayar yang kurang bayar,” jelasnya saat ditemui Solopos.com di kantornya, Kamis.

Baca juga: Lebih Tinggi dari UMP, UMK 2023 di Sleman Jadi Rp2,15 Juta

Arief mengatakan terhitung 1 Januari 2023, UMK Boyolali sebesar Rp2.155.712,29 yang telah ditetapkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, akan mulai berlaku.

Sehingga, kata dia, ketika hasil JR keluar hingga bulan kedua dan menyatakan UMK Jateng berdasarkan Permenaker 18 Tahun 2022, maka perusahaan akan merapel kurang bayar selama dua bulan ke bulan ketiga.

Namun, jika JR Apindo dikabulkan dan penentuan upah diputuskan menggunakan PP 36/2021, Arief mengatakan tidak mau berandai-andai.

“Kalau nanti seperti itu ya mestinya Kemenaker dan Gubernur akan mengkaji juga bagaimana langkah yang akan dilakukan. Nanti kami tunggu saja hasilnya,” jelasnya.

Ia mengatakan Dewan pengupahan sudah melakukan rapat beberapa kali untuk memutuskan usulan UMK 2023. Rapat pleno terakhir dilakukan pada Selasa (29/11/2022) bertempat di aula rapat Diskopnaker, kurang lebih pukul 12.30 WIB sampai 15.00 WIB.

Baca juga: Datang ke KUPI di Jepara, Menaker Enggan Bahas Penolakan Apindo terkait Upah

Dalam rapat pembahasan UMK 2023, dewan pengupahan dari unsur pemerintah, meliputi diskopnaker bagian hukum, BPS, akademisi sepakat UMK 2023 mengacu pada Permenaker 18 Tahun 2022, dengan rentang alfa 0,15 sampai 0,25.

Kemudian, terdapat beberapa usulan dari dewan pengupahan unsur serikat. Arief mengatakan dari DPD KSPN, mengusulkan dua opsi.

Yang pertama penetapan UMK 2023 sesuai dengan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sebesar Rp3.087.000. Namun, lanjut dia, bila memakai permenaker, KSPN meminta alfanya di angka 0,30 seperti penetapan UMP oleh Gubernur Jawa Tengah.

Lalu dari Gaspindo PT Sariwarna, kata Arief, mengusulkan UMK 2023 ditetapkan sesuai Permenaker 18 Tahun 2022 dengan nilai alfanya minimal 0,15. Sementara, dari SPM PT SG Sambi, mengusulkan agar UMK Boyolali mengacu pada PP 36 Tahun 2021.

“Mereka [PT SG Sambi] mengusulkan seperti itu alasannya agar perusahaan tetap eksis,” jelasnya.

Baca juga: Spekulasi Aturan Kenaikan Upah Minimum 2023 Hambat Investasi



Arief menceritakan dalam rapat pleno itu tersebut Dewan Pengupahan belum bisa mendapat sepakat. Ia sempat menawarkan kepada dewan pengupahan apakah perlu dilakukan rapat koordinasi kembali. Namun, para peserta menjawab sudah yang dilaporkan hasil tersebut saja.

Dari laporan tersebut, jelas Arief, Bupati Boyolali, M. Said Hidayat, mengkaji bersama berapa organisasi perangkat daerah (OPD) selama satu hari dan mengusulkan alfa 0,18.

Kemudian, Kabupaten Boyolali mengusulkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Boyolali sebesar Rp2.155.712,29 pada 2023, atau naik sebesar 7,23 persen dibandingkan tahun 2022.

“Sesuai dengan ketentuan paling lambat pada 7 Desember 2022, Gubernur harus menetapkan UMK. Maka gubernur mengeluarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/54 Tahun 2022 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2023, dan UMK Boyolali diputuskan Rp2.155.712,29,” kata dia.

Baca juga: Pengusaha dan Pekerja di Jogja Sepakat UMK Naik, Berapa Besarnya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya