SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Satu persatu selter itu berdiri di tengah lapangan Dompol, Desa Dompol, Kecamatan Kemalang, Klaten. Semua terasa begitu cepat, sebab warga bekerja bahu-membahu. Dari kejauhan, selter setengah bulat berwarna putih itu tampak seperti helm yang tertata. Tak ada yang menyangka kalau selter-selter baru itu berasal dari Rotary Club, sebuah organisasi internasional bermarkas di Inggris.

“Kami yang melobi langsung. Kami pula yang membangun di sini,” kata Riyanto, warga Dukuh Deles, Desa Sidorejo, Kemalang. Riyanto bersama 500-an warga lereng Merapi lainnya, Jumat (26/11) pagi itu memang sedang mencoba tinggal di hunian sementara di dekat perkampungannya. Sebelumnya, mereka sempat tinggal dari satu barak pengungsian ke pengungsian lainnya selama satu bulan lamanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka jalani dan nikmati masa-masa suka dan duka itu tanpa campur tangan Pemkab Klaten. “Setelah Merapi mulai mereda, kami coba naik. Di sini, kami akan tinggal di hunian sementara sampai Merapi benar-benar aman,” katanya.

Satu bulan tinggal di pengungsian bukanlah waktu yang pendek. Apalagi bagi korban letusan Merapi yang sejak awal tak ikut dalam gerbong pemerintah setempat, maka waktu sebulan itu sungguhlah terasa panjang. “Sebab, setiap hari kami harus kreatif, bergerak sendiri, dan melobi sendiri. Tetapi, kami masih <I>survive<I>,” kata Sukiman, koordinator pengungsi warga Deles Sidorejo, Kemalang.

Riyanto, Sukiman, dan juga 500-an warga lereng Merapi adalah pengungsi mandiri. Mereka adalah relawan yang terbiasa bergerak cepat. Mereka menerabas sekat-sekat birokrasi pemerintahan yang berjalan lambat. Pengalaman panjang sebagai orang lapangan telah memaksa mereka mengambil keputusan tegas ketika terjadi erupsi Merapi, yakni menjauhi urusan birokrasi.

“Logikanya begini, warga kelaparan itu ingin makan, masak harus minta tanda tangan dulu ke Kades, Camat, Satlak demi untuk memperoleh sepiring nasi!” urainya.

Dengan cara mereka sendiri itu, warga Deles itu memang jauh lebih cepat dalam segala hal. Mereka memanfaatkan jaringan internet, radio komunitas, bahkan bertatap muka langsung dengan pemangku kebijakan untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Bahkan, 57 hunian sementara senilai hampir Rp 1 miliar beserta isinya itu juga mereka peroleh dengan lobi mereka sendiri.

“Untuk urusan logistik, kami malah masih menyisakan stok untuk satu bulan ke depan. Sebab, ‘camat’nya saya sendiri. Ha…ha…ha..!” kelakar Sukiman.

asa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya