SOLOPOS.COM - Ilustrasi gerabah (Istimewa/Dokumentasi Diskop UKM Provinsi Jawa Tengah)

Solopos.com, KLATEN -- Pengrajin gerabah di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, mulai berproduksi setelah sekitar dua bulan berhenti.

Memasuki kenormalan baru, ada produk yang banyak dipesan pembeli, yakni tempat cuci tangan. Selain itu, memasuki musim kemarau, pot untuk tanaman kaktus juga banyak dicari.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Waris Sartono, 29, seorang pengrajin gerabah di Dukuh Pagerjurang, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, pesanan mulai ada. “Sing penting kendil ora ngguling [yang penting kendil tidak terguling],” ungkap Waris saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (27/7/2020).

2 Pekan Ditutup, Alkid Keraton Solo Akhirnya Dibuka Kembali

Ekspedisi Mudik 2024

Waris menjelaskan usahanya mulai merangkak lagi, setelah sempat terpukul pandemi Covid-19. Saat ini usahanya belum sepenuhnya pulih, namun dari hasil usaha ini dia bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Waris menceritakan pandemi Covid-19 memukul para pelaku UMKM terutama pengrajin gerabah di desanya yang dikenal sebagai daerah pengrajin gerabah putaran miring. Para perajin sempat tak berproduksi selama satu hingga dua bulan.

“Pada awal-awal karena ada pandemi itu banyak jalan ditutup semua. Pemesanan barang berhenti dan produksi setop selama 1,5 bulan hingga dua bulan,” kata Waris.

Drakor Haram Ditonton di Korea Utara, Nekat Bakal Dihukum

Turunkan Harga Jual

Selepas dua bulan tak berproduksi, Waris mulai mendapatkan pemesanan barang terutama tempat cuci tangan. Hanya, Waris saat itu belum bisa memenuhi permintaan order. “Padahal saat itu harus segera ada barang. Akhirnya kewalahan hingga tidak mengadakan barang,” jelas dia.

Sempat diajak temannya untuk beralih usaha berjualan makanan, Waris memilih bertahan menggeluti usaha gerabah. Dia mulai mencari akal membikin kerajinan yang bisa laku di tengah pandemi.

“Saya melihat ke depan kondisi cuaca panas. Dari situ ada ide untuk produksi pot tanaman kaktus. Alhamdulillah order lumayan,” kata Waris.

44 Warga Sragen Dites Swab, 25 Di Antaranya Kontak Erat Tukang Kayu Sumberlawang

Waris memilih menurunkan harga kerajinan gerabah agar tetap laku. Rata-rata harga produk saat ini turun 10 persen hingga 20 persen bahkan lebih dibandingkan harga sebelum ada pandemi.

Pengrajin gerabah itu mencontohkan seperti order padasan yang sebelumnya Rp250.000-Rp300.000 kini hanya dijual Rp175.000. Cara itu dilakukan agar produk bisa tetap laku. Meski tak bisa mendapatkan untung lebih, setidaknya dari hasil penjualan bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Peneliti Sebut Tak Ada Malware Mencurigakan di Aplikasi Tiktok

Kepala Disdagkop dan UKM Klaten, Bambang Sigit Sinugroho, mengatakan seluruh UMKM yang ada di Klaten terdampak pandemi Covid-19. Kondisi terparah ada yang sampai tak berproduksi hingga merumahkan para karyawan.

Soal cara untuk memulihkan kembali pelaku UMKM, Bambang mengatakan perlu ada peningkatan daya beli masyarakat. “Mereka bisa tetap berproduksi. Namun, barang yang sudah dibuat itu tidak ada yang beli karena daya beli masyarakat turun,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya