SOLOPOS.COM - ilustrasi. (antara)

Singapura (Solopos.com)--Angka penggundulan hutan di Indonesia, bersama Nigeria dan Korea Utara dinilai paling tinggi di seluruh dunia. Dalam setahun, Indonesia tercatat kehilangan hutannya seluas 1 juta hektar.

Demikian seperti disampaikan dalam hasil penelitian perusahaan analis dan pemetaan risiko asal Inggris, Maplecroft dan diberitakan oleh Reuters, Kamis (24/11/2011).

Dalam penelitian tersebut, Indonesia menempati peringkat kedua dalam sepuluh besar.

Peringkat pertama ditempati oleh Nigeria, ketiga oleh Korea Utara, keempat oleh Bolivia, kelima oleh Papua Nugini, keenam oleh Kongo, ketujuh oleh Nikaragua, kedelapan oleh Brazil, kesembilan oleh Kamboja, dan kesepuluh oleh Australia. Peringkat 1 hingga 9 diklasifikasikan sebagai negara dengan angka deforestasi ‘ekstrem’, sedangkan Australia di peringkat 10 tercatat memiliki angka deforestasi ‘tinggi’.

Nigeria pada peringkat pertama tercatat kehilangan hutannya seluas 2 juta hektare setiap tahunnya sepanjang tahun 2005 hingga 2010. Ekspansi pertanian, penebangan hutan dan pembangunan infrakstruktur menjadi penyebab utama ekstremnya angka deforestasi di Nigeria.

Sedangkan Indonesia pada peringkat kedua, tercatat sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Hal inilah yang dinilai menjadi penyumbang sekitar 16 persen dari total angka deforestasi Indonesia yang tercatat ‘ekstrem’. Banyak hutan yang terpaksa digunduli untuk dijadikan lahan kelapa sawit.

Pada dua tahun terakhir, pemerintah Indonesia sebenarnya telah memberlakukan larangan penggundulan hutan untuk produksi minyak sawit. Hal ini membuat sejumlah perusahaan multinasional memisahkan diri dengan produsen minyak sawit di Tanah Air.

Namun sayangnya, pelarangan penggundulan hutan ini justru membuat para produsen minyak sawit mencari lahan baru, yang sebagian besar di wilayah Afrika Barat seperti Liberia, Gabon dan Ghana. Hal ini ditakutkan akan meningkatkan angka deforestasi di wilayah-wilayah tersebut.

Negara-negara dengan angka deforestasi ‘ekstrem’ dinilai kehilangan banyak spesies tumbuhan dan hewan yang bisa membantu menyediakan udara bersih di hutan, aliran sungai yang jernih, dan mangrove yang melindungi pesisir pantai.

“Deforestasi dapat menghambat upaya sebuah negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida, mengingat hutan memainkan peranan penting dalam perubahan iklim global melalui penyerapan karbon,” terang analis Maplecroft, Arianna Granziera, kepada Reuters.

Hutan berfungsi untuk menyerap dan mengunci sebagian besar karbon dioksida dan membantu sebagai penghambat perubahan iklim. Namun, deforestasi mengganggu siklus tersebut dan menyumbang sedikitnya 10 persen bagi polusi gas efek rumah kaca.

Sementara itu, China dan Amerika Serikat (AS) yang notabene merupakan negara penyumbang polusi gas efek rumah kaca terbesar di dunia, justru tercatat memiliki angka deforestasi rendah.

Program reboisasi dan pengendalian erosi tanah di kedua negara tercatat baik. Di mana wilayah hutan di China meningkat sebesar 3 juta hektare tiap tahun sejak tahun 2000, sedangkan wilayah hutan di AS bertambah sebesar 200.000 hektare per tahunnya.

Penelitian Maplecroft ini dilakukan di 180 negara di seluruh dunia. Data yang digunakan yang data milik Organisasi Pangan Dunia (FAO) PBB yang menghitung perubahan hutan sepanjang tahun 2005-2010. Hasil penelitian ini dituangkan dalam Atlas Perubahan Iklim dan Lingkungan 2012 yang diterbitkan Maplecroft.

(detik.com/tiw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya