SOLOPOS.COM - Ilustrasi Densus 88 Antiteror Polri (Dok. Solopos)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

JAKARTA – Penggerebekan terduga kelompok teroris di sebuah rumah kontrakan di Dusun Kembaran, Desa Ungaran, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri masih menjadi perbincangan hangat masyarakat setempat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dusun Kembaran berada sekitar 500 meter arah utara jalan raya Purworejo-Kebumen tersebut sebagian besar penduduknya bertani. Seperti daerah lain di Kebumen, dusun ini juga merupakan penghasil kelapa. Selama ini masyarakat di Dusun Kembaran hidup damai, aman, dan tenteram dalam suasana pedesaan yang agamis.

Suara tembakan dan ledakan keras pada Rabu (8/5/2013) malam hingga Kamis (9/5/2013) pagi dalam penyerbuan terduga kelompok teroris tersebut membuat suasana di dusun tersebut mencekam. Bahkan hampir semalaman warga sekitar tidak bisa tidur karena sebentar-sebentar mendengar suara tembakan.

Ekspedisi Mudik 2024

Saat penggerebekan tersebut, beberapa keluarga yang tinggal berdekatan dengan rumah kontrakan tersebut diminta petugas untuk mengungsi ke tempat yang aman. Warga Dusun Kembaran yang rumahnya berjarak sekitar 15 meter dari rumah yang ditempati terduga kelompok teroris tersebut, Ny Astuti, 45, mengatakan, sekitar pukul 19.30 WIB sebelum terjadi bakutembak warga diminta oleh pamong desa untuk mengungsi.

Janda anak satu ini kemudian mengungsi ke rumah tetangganya, Ny. Suratmi, yang tinggal tiga rumah arah barat dari rumahnya. “Saya, anak saya, dan ibu saya mengungsi di rumah Bu Suratmi, namun kami tetap tidak bisa tidur karena mendengar suara tembakan. Bahkan anak saya sempat pusing-pusing, setelah diberi obat baru sembuh,” katanya.

Dia mengatakan, rumah kontrakan tersebut milik Suswadi, 55, yang kini telah meninggal dunia, sedangkan istrinya tidak tinggal di rumah tersebut. Dia memilih tinggal bersama anaknya di Jakarta. “Sebelumnya rumah itu kosong satu tahun lebih, sejak Pak Suswadi meninggal,” katanya.

Astuti mengaku tidak kenal dengan penghuni baru itu, namun pernah ketemu dengan salah satu penghuninya, saat menanyakan rumah kakaknya, Marjono, 54, yang kebetulan membawa kunci rumah tersebut. “Orang yang mencari kakak saya tersebut masih muda dan santun dalam berbicara. Kami tidak menyangka kalau dia termasuk kelompok teroris,” katanya.

Sebelum terjadi penggerebekan pada Rabu malam, katanya, beberapa aparat tanpa seragam sejak siang telah mengintai rumah tersebut dan pada sore hari jumlah mereka bertambah banyak dan sekitar pukul 22.00 WIB terdengar suara tembakan. Marjono mengatakan, sebelum terjadi penggerebekan, pada siang harinya seorang penghuni kontrakan minta tolong dicarikan tukang menguras sumur. Kemudian dia mengajak Dullah Wardi, 56, untuk menguras sumur.

Dia menuturkan, sekitar pukul 14.30 hingga 16.30 WIB dia ikut membantu Dullah Wardi menguras sumur yang ada di dalam rumah tersebut. “Setelah selesai saya langsung pulang, tetapi sebelum sampai di rumah saya dihadang oleh orang yang mengaku aparat. Saya dikasih tahu bahwa yang mengontrak rumah itu adalah kelompok teroris,” kata Marjono.

Awalnya dia tidak percaya, namun saat menjelang malam, suasana sekitar rumahnya berubah mencekam. Usai Magrib sebelum terjadi bakutembak, dia bersama istri dan tiga anaknya diminta mengungsi oleh polisi ke tempat yang aman. Sepengetahuan Marjono di rumah kontrakan itu hanya ada empat orang, salah satunya mengenalkan diri bernama Tri asal Semarang. Mereka mengaku bekerja sebagai penjual jamu keliling.

“Mereka seperti orang kebanyakan, tidak ada yang aneh. Bahkan pak Tri itu bahasa Jawa-nya halus dan sopan. Memang penghuni rumah itu pergi pagi pulang malam. Namanya juga orang jualan keliling, jadi saya maklumi kalau jarang ketemu tetangga,” katanya.

Kepala Urusan Umum Desa Ungaran, Yuli Waluyo, mengatakan, semestinya seorang pendatang baru di desa itu paling lambat 2×24 jam telah menyerahkan KTP maupun kartu identitas lainnya kepada perangkat desa. “Sebenarnya kepala dusun melalui RT sudah berusaha meminta KTP, namun yang bersangkutan selalu menunda-nunda,” katanya.

Kapolres Kebumen AKBP Heru Trisasono menyatakan tiga dari tujuh orang terduga teroris tewas dalam penyergapan di rumah kontrakan di Dusun Kembaran, Desa Ungaran, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen. “Dalam penyergapan pada Rabu malam hingga Kamis pagi itu, tiga orang terpaksa dilumpuhkan karena melakukan perlawanan,” kata Kapolres.

Dia mengatakan, mereka terpaksa ditindak tegas karena sudah berulang kali diperingatkan untuk menyerah, namun mereka malah melakukan perlawanan dari dalam. “Empat orang di antaranya diamankan dengan selamat. Dua orang disergap di dalam rumah kontrakan, sedangkan dua orang lainnya disergap di luar rumah,” katanya.

Ia mengatakan, barang bukti yang ditemukan dalam penggerebekan rumah kontrakan tersebut, antara lain bom pipa, granat, senjata jenis FN, peluru, laptop, dan telepon seluler. Selain itu, polisi juga mengamankan tiga sepeda motor dari rumah kontrakan para terduga teroris setelah mereka dilumpuhkan oleh Tim Densus 88 Mabes Polri.

Sepeda motor tersebut, dua di antaranya merupakan Honda Supra X, masing-masing warna biru dengan nomor polisi H 6715 KM dan warna merah bernomor polisi AA 3048 KL, serta satu Honda Vario warna merah dengan nomor polisi H 4945 DU.

Berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, tiga orang terduga teroris yang tewas di Kebumen diketahui bernama Toni, Bastari, dan Bayu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya