SOLOPOS.COM - Keranda yang berisi jenazah Siyono, 34, warga Dukuh Brengkungan, RT 011/RW 005, Desa Pogung, dibawa menuju masjid guna dilakukan salat jenazah, Minggu (13/3/2016) dini hari. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos/dok)

Penggerebekan Densus 88 dilakukan terhadap Siyono, warga Dukuh Brengkungan, Pogung, Cawas.

Solopos.com, KLATEN – Komnas HAM memastikan investigasi atas kematian Siyono, warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Cawas terus bergulir. Siyono meninggal dunia setelah ditangkap Densus 88 Antiteror pada Selasa (8/3/2016) lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu anggota Komnas HAM, Siane Indriani, mengatakan Komnas HAM sudah melakukan pemantauan dan investigasi sejak Siyono dikabarkan meninggal dunia.”Kami sudah bertemu dengan tokoh-tokoh kunci, prosesnya saya tidak akan membuka. Saya menghormati siapa yang ditemui dan siapa yang memberikan keterangan,” kata dia kepada wartawan saat menggelar jumpa pers di Klaten, Senin (21/3/2016).

Sejumlah pihak bakal digandeng guna menganalisis hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM. Pihak-pihak itu seperti PP Muhammadiyah dan Pusat Studi dan Hak Asasi Manusia (Pusham).

Ekspedisi Mudik 2024

“Untuk Siyono kami sudah lakukan investigasi dan sebenarnya kami tinggal mengurutkan rangkaian kejadian. Dari sana akan kelihatan mana titik kejanggalan dan nanti kami evaluasi berdasarkan logika hukum dan fakta yang kami dapatkan. Kami analisis secara mendalam dan didiskusikan dengan beberapa pihak. Kami bekerja sama dengan beberapa bagian termasuk PP Muhammadiyah agar hasil investigasi kami lebih objektif,” kata dia.

Komnas HAM bakal menyampaikan hasil investigasi berupa rekomendasi ke presiden dan pihak-pihak terkait seperti DPR berupa pola penanganan kasus terorisme yang lebih persuasif. Ia berharap rekomendasi itu bisa ditindaklanjuti dan menjadi moementum guna memperbaiki tata kelola penanganan teroris di Indonesia.

Siane menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum hingga menyebabkan kematian. Penanganan terorisme yang selama ini dinilai lebih mengedepankan kekerasan justru tak menyelesaikan persoalan.

“Bagi kami ini kejadian yang ke 118 dari sekian kejadian seseorang yang baru terduga mengalami penyiksaan hingga mengakibatkan kematian. Buat Komnas HAM ini [kematian Siyono] bukan yang pertama. Kejadian ini harus diakhiri semuanya jangan sampai terulang,” katanya.

Ia juga menyoroti kewenangan penanganan terorisme yang hanya dilakukan oleh satu instansi. Jika hal itu tetap dibiarkan dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power.

“Terorisme diselesaikan dengan komprehensif dari banyak lembaga, bukan hanya satu. Nanti dikhawatirkan tidak terkontrol,” katanya.

Lebih lanjut, Siane mengatakan investigasi yang dilakukan Komnas HAM atas kematian terduga teroris lainnya bukan berarti pro dengan aksi terorisme.

“Kami tidak membela teroris namun kami membela hak seseorang yang dinyatakan baru sebagai terduga teroris. Sebuah proses hukum harus berkeadilan dan mengedepankan HAM bagi Indonesia yang katanya demokratis,” terang dia.

Sementara itu, kuasa hukum keluarga, Sri Kalono, mengatakan keputusan yang menetapkan Siyono sebagai teroris bukan melalui pengadilan melainkan keputusan dari polisi sendiri. mestinya, penetapan status itu harus melalui putusan pengadilan terlebih dahulu.

“Setahu saya sebagai advokat penetapan status itu harus berdasarkan putusan pengadilan. Polisi sebagai penyidik apakah berupah menjadi majelis hakim?” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya