SOLOPOS.COM - Keranda yang berisi jenazah Siyono, 34, warga Dukuh Brengkungan, RT 011/RW 005, Desa Pogung, dibawa menuju masjid guna dilakukan salat jenazah, Minggu (13/3/2016) dini hari. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos/dok)

Penggerebekan Densus 88 yang berbuntut kematian Siyono dinilai diwarnai banyak kejanggalan, dari sikap aparat desa hingga polisi.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi III DPR mengundang Komnas HAM, PP Muhammadiyah, dan Kontras untuk membahas kematian Siyono setelah ditangkap oleh Densus 88. Mereka memaparkan kejanggalan-kejanggalan dalam tewasnya Siyono.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rapat Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/4/2016), ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa. Desmon mengatakan bahwa hasil rapat penting untuk ditindaklanjuti ke rapat bersama Kapolri dan BNPT.

Perwakilan Komnas HAM yang hadir di rapat ini di antaranya Siane Indriani, Imdadun Rahmat, dan Hafidz Abbas. Dari Muhammadiyah diwakili oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum Busyro Muqoddas dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahni Azhar. Sementara itu hadir juga Koordinator Kontras Haris Azhar.

Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat memulai pemaparan dengan menjelaskan kronologis kematian Siyono yang dirasa janggal. Ada sejumlah poin yang kemudian menjadi pertanyaan.

“Ada yang ditutupi dengan menunda memberitahukan status kematian Siyono. Juga sikap kepolisian yang aktif membujuk keluarga untuk mengikhlaskan kematian Siyono dan ada fakta keluarga dihalangi melihat dan memeriksa jenazah korban,” ungkapnya yang dikutip Solopos.com dari Detik.

Imdadun juga menyoroti peran aparat desa di mana Siyono tinggal. Menurutnya, aparat desa juga membujuk keluarga untuk tidak melakukan autopsi.

“Peran aparat desa juga terlihat berlebihan, pura-pura ajak keluarga ke Jakarta untuk besuk, tapi kades pulang duluan dengan pesawat. Usai pemakaman, kades dan Densus juga meminta keluarga tanda tangan pernyataan mengikhlaskan serta ada upaya sistematis halang-halangi autopsi,” ujar Imdadun.

Sementara itu, Busyro menceritakan awal mula saat istri Siyono, Suratmi mendatangi Muhammadiyah untuk mencari keadilan. Hingga akhirnya, autopsi dilakukan dengan aman dan hasilnya disampaikan saat jumpa pers di Komnas HAM kemarin. “Autopsi ini bukan hanya dari otoritas Komnas HAM tapi ada unsur forensik dr Mabes Polri. Proses autopsi tidak ada gangguan dari masyarakat,” jelas Busyro.

Dia mengatakan bahwa tugas Muhammadiyah untuk mengautopsi jenazah Siyono sudah selesai. Hasil pun sudah diserahkan ke Komnas HAM. Dengan temuan ini, Komisi III DPR akan memanggil Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti terkait kematian terduga teroris asal Klaten Siyono.

“Kami sudah mengagendakan pertemuan dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rabu (13/4), dan dengan Kapolri pada Rabu pekan berikutnya,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa dalam rapat tersebut, seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan Komisi III memiliki tiga catatan mengenai kasus kematian Siyono, termasuk apakah betul Siyono seorang teroris. “Apakah betul Siyono seorang teroris sehingga harus ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror?” tanya Desmond.

Desmond mengatakan catatan berikutnya apakah betul Siyono tewas karena berkelahi melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat ditangkap dan diperiksa. Komisi III DPR juga mempertanyakan uang yang diberikan kepada keluarga Siyono. Menurut Desmond, pemberian uang itu merupakan wajah polisi sebagai penegak hukum dalam menghargai nyawa seseorang.

“Uang itu juga berbicara terkait dengan pernyataan Kapolri serta tindakan dan tanggung jawab Densus 88 dalam penanganan Siyono sebagai terduga teroris,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya