SOLOPOS.COM - Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (JIBI/Solopos/Antara/Vitalis Yogi Trisna)

Penggerebekan Densus 88 yang berujung kematian Siyono terus disorot. Namun, Kapolri membantah DPR memintanya membentuk tim pencari fakta.

Solopos.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengklaim tidak adanya usulan dari Komisi III DPR untuk membentuk tim pencari fakta kematian Siyono dari kepolisian.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

“Enggak ada begitu, saya enggak denger itu. Mencari fakta bersama, enggak ada. Saya kan yang hadir itu,” ujarnya saat ditemui di gedung rupatama, Kamis (21/4/2016).

Dalam kasus itu, Badrodin menganggap lumrah jika pihak orang tua Siyono menolak untuk memberikan kesaksian. “Itu kan hak yang bersangkutan, kalau mau menolak ya tidak apa-apa, itu hak dia silahkan saja. Kalau dia tidak mau memberikan keterangan tentu kita akan pedomani BAP yang sudah disampaikan.”

Sebelumnya, pimpinan Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mengatakan perlunya bagi pihak kepolisian untuk membentuk tim pencari fakta terkait kasus kematian terduga teroris Siyono. Alasan Komisi III DPR adalah adanya perbedaan hasil investigasi dari pihak kepolisian dan temuan berbagai elemen masyarakat.

Benny menuturkan Polri harus mempertanggungjawabkan apakah kematian Siyono akibat kekerasan aparat atau tidak. “Kami dukung Densus 88, kami dukung agenda pemberantasan teroris. Tapi kami beri batasan kewenangan upaya pemberantasan terorisme itu tidak digunakan sewenang-wenang oleh densus. Harus tetap dipertanggungjawabkan pada publik,” kata Benny di Kompleks Parlemen, Rabu (20/4/2016).

Menurutnya perlu ada SOP, yang menjadi instrumen untuk mengontrol kewenangan Densus 88 Antiteror. “Jadi ada standar-standarnya. SOP digunakan untuk kita mengawasi itu,” tandasnya.

Lantaran adanya dugaan pelanggaran tersebut, Benny yang saat itu memimpin rapat bersama kapolri mendorong agar dibentuk tim pencari fakta. “Perlu tim pencari fakta, lebih bagus ada tim pencari fakta yang dibentuk mabes polri untuk mencari fakta pada pelanggaran ini, tidak cukup hanya pelanggaran etik,” tuturnya.

Terkait revisi UU terorisme, Komisi III DPR tengah menyiapkan pembahasannya. “Apapun, fokusnya adalah penghormatan perlindungan pada HAM,” tuturnya.

Selain perlindungan HAM, dalam revisi UU tersebut juga harus mengatur kewenangan luar biasa terhadap aparat hukum yang menangani terorisme. “Karena itu UU Terorisme kewenangan luar biasa itu harus dibatasi supaya tidak digunakan sewenang-wenang, supaya orang tidak takut,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya