SOLOPOS.COM - Ilustrasi sampah (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Pengelolaan sampah Soloraya masih terganjal alat angkut.

Solopos.com, SOLO–Percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Solo terganjal alat angkut, tenaga dan biaya operasional. Permasalahan tersebut mendesak ditangani secepatnya agar proyek PLTSa bisa direalisasikan paling lambat 2018 mendatang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi (Rakor) Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Manganti Praja, Balai Kota Solo, Kamis (31/3/2016). Rakor diikuti Pemerintah Kabupaten/ Kota se-Soloraya, Asisten Deputi Infrastruktur Pertambangan dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Yohannes Yudi Prabangkara,  serta Direktur Pengolahan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R. Sudirman.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Solo Hasta Gunawan mengatakan ada tujuh kabupaten/kota di Indonesia ditetapkan menjadi pilot project dalam percepatan pembangunan PLTSa. Tujuh kabupaten/kota meliputi, DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Solo, Kota Surabaya dan Kota Makassar.  Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016, pengelolaan sampah akan diubah menjadi energi listrik melalui proses thermal berupa gasifikasi, incenerator dan pyrolisis. Hanya, Solo masih kesulitan bila harus memenuhi 1.000 ton sampah per hari seperti yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Sedangkan enam kota besar lainnya sudah mampu menghasilkan sampah 1.000 ton per hari.

“Sampah di Solo per hari hanya 260 ton. Artinya ada kekurangan 740 ton sampah yang harus dicukupi untuk mengolahnya menjadi sumber energi listrik,” kata Hasta.

Hasta mengatakan sesuai pasal 2 ayat 2 Perpres 18/2016, jumlah sampah yang menjadi urusak Kota Solo belum mencapai kebutuhan 1.000 ton per hari untuk pembangkit listrik berbasis sampah maka pembangunan dilakukan dengan bekerja sama kabupaten lain se-Soloraya. Kerja sama tersebut nantinya dikoordinasi Gubernur Jawa Tengah. Namun sayangnya dari hasil perhitungan sampah yang dikelola Solo dibantu enam kabupaten lainnya terkumpul 750 ton atau belum mampu memenuhi kebutuhan 1.000 ton sampah per hari.

Selain kekurangan sampah, Hasta mengatakan ada beberapa permasalahan yang menghambat realisasi percepatan pembangunan PLTSa di antaranya, pengangkutan sampah kabupaten/kota Soloraya yang belum optimal, kurangnya alat angkut, tenaga, pengangkutan sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA) ke Solo.

“Ongkos pengiriman sampah dari daerah lain ke Solo itu sangat tinggi. Nah persoalan itu yang harus segera diselesaikan supaya program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah bisa direalisasikan,” kata Hasta.

Kabid Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jawa Tengah, Edy Sucipto mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera menyusun feasibility study (FS) atau studi kelayakan sebelum menyusun detail engineeering design (DED) pembangunan PLTSa Solo. FS tersebut nantinya menentukan lokasi pengelolaan sampah, sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta biaya operasional.

Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, R. Sudirman mengatakan idealnya dibutuhkan lahan seluas lima hektare untuk membangun tempat pembuangan akhir (TPA) untuk mengelola 1.000 ton sampah per hari. Biaya investasi pengelolaan sampah menelan dana Rp1,5 triliun untuk satu lokasi. Dia mengatakan Pemerintah Pusat menargetkan pembangunan PLTSa Solo bisa direalisasikan paling lambat 2018 nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya