SOLOPOS.COM - Ekskavator yang seharusnya berfungsi mendukung pengolahan sampah di TPA Winong, Boyolali, rusak sejak beberapa waktu yang lalu. Akibatnya fungsi TPA ini jadi tak maksimal. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

Ekskavator yang seharusnya berfungsi mendukung pengolahan sampah di TPA Winong, Boyolali, rusak sejak beberapa waktu yang lalu. Akibatnya fungsi TPA ini jadi tak maksimal. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

Boyolali menyumbang luas wilayah 4,5 persen dari total wilayah Jateng. Akan tetapi kabupaten dengan 19 kecamatan seluas 101.510.0965 ha ini justru belum mampu mengalokasikan lahan dalam luas yang cukup untuk kebutuhan pengolahan sampah. Bahkan Boyolali memiliki lahan pembuangan akhir sampah tersempit dibanding beberapa wilayah Soloraya, yakni 3 ha yang terletak di TPA Winong, Boyolali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Spesifikasi lahan TPA itu hanya ideal untuk menampung warga Boyolali Kota. Namun praktiknya., TPA itu menampung sampah dari beberapa daerah di luar Boyolali Kota, utamanya sampah dari beberapa objek vital seperti daerah Pengging, Bangak dan Simo. Sampah Bandara Internasional Adi Soemarmo serta Asrama Haji Donohudan, Ngemplak, pun lari ke TPA itu.

Selain sempit, TPA Winong pun tak maksimal mengolah sampah. Pasalnya, sebuah ekskavator merk Volvo sebagai prasarana utama pengolahan sampah rusak sejak 22 Mei 2012. Menanggapi masalah ini DPU dan ESDM Boyolali mengajukan dana sewa eksavator dalam APBD Perubahan 2012. Kasi Kebersihan pada Bidang Cipat Karya DPU dan ESDM Boyolali, Sugeng, mengatakan pihaknya belum mengajukan anggaran pembelian eksavator pada APBD tahun depan.

Konsentrasi pengajuan anggaran dialokasikan terhadap perluasan lahan TPA. “Kami sudah menghadirkan teknisi Volvo dari Jakarta juga tapi kerusakan eksavator tak bisa ditangani. Jika beli baru butuh Rp1,5 M. Sementara kami ajukan penambahan lahan ke arah barat di TPA Winong seluas 1,5 ha. Anggaran yang kami ajukan Rp300 juta,” kata Sugeng kepada Solopos.com. Dalam mengakomodasi sampah dari berbagai lokasi itu, Seksi Kebersihan DPU dan ESDM Boyolali hanya bermodal dua amrol dan empat truk dam. Ditambah personel terbatas, operasi TPA Winong disebut Sugeng kurang ideal.

Kekahwatiran muncul di benak Sugeng pun beberapa petugas lapangan di TPA Winong sejak beberapa permasalahan sampah tadi mulai dirasakan. Gelar penghargaan Adipura yang diraih Boyolali dalam tujuh kali kesempatan jelas terancam lari jika masalah tadi tak segera menemui solusi. “Dalam waktu dekat, penilaian awal Adipura dimulai. Maka itu, saya sedang berpikir jalan keluar,” tandasnya.

Sugeng mengungkapkan pengelolaan sampah di Boyolali secara ideal telah memiliki acuan, yakni konsep tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Boyolali 2011. Implementasi rencana itu bakal disesuaikan dengan sistem zona. Zona itu pertama mengelompokan TPST untuk Banyudono, Ngemplak, Sambi dan Sawit. TPST bakal dibangun di Sambi. Zona berikutnya mengelompokkan wilayah Nogosari, Simo, Andong dan Klego. TPST untuk zona itu direncanakan dibangun di Andong. Sementara untuk TPST zona utara bakal dibangun di Karanggede untuk mengakomodasi pengelolaan sampah Karanggede sendiri, Wonosegoro dan Juwangi. “Konsep TPST meliputi proses 3R, reduce, reuse dan recycle atau daur ulang,” paparnya.

Butuh dana yang tak sedikit untuk mewujudkan rencana itu. Satu TPST diperkirakan Sugeng membutuhkan Rp800 juta, anggaran itu belum termasuk pengadaan tanah. Pengelolaan sampah dengan sistem tepat didambakan beberapa pihak, termasuk warga di daerah yang memiliki potensi laju pertumbuhan penduduk tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya