SOLOPOS.COM - Kepala SLB Giri Wiyata Dharma Wonogiri, Budiyono, sedang mengajak bermain anak muridnya di halaman sekolah, Rabu (5/1/2022). (Solopos/Luthfi Shobri Marzuqi)

Solopos.com, WONOGIRI—Terletak di sebuah gang di Dusun Pencil, Desa Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri, SLB sekaligus Panti Sosial Giri Wiyata Dharma mengasuh 25 anak berkebutuhan khusus. Pengelola pendidikan sekaligus panti atau asrama di tempat itu tetap bertahan, meski pada 2022 ini tak mendapat jatah bantuan Satu Orang Satu Hari (SOSH) dan minimnya perhatian donatur.

Kepala SLB Giri Wiyata Dharma, Budiyono, 51, ketika dijumpai Solopos.com mengatakan selama ini dukungan dana yang diterima selain berasal dari Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial, juga mengandalkan donatur. “Kalau yang sekarang ini kebersamaan dari sisi donatur yang kurang, utamanya donasi rutin. Sebab kalau dari SOSH, per hari itu dijatah Rp3.000,” kata guru yang akrab disapa Budi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Budi mengakui perhatian dari Dinas Sosial yang masih dalam payung Kementerian Sosial masih ada. “Tahun ini dari Dinas Sosial memberi bantuan senilai Rp4,5 juta. Itu untuk setahun. Tapi informasi yang kami terima secara lisan, tahun ini bantuan SOSH tidak kami peroleh,” tambah Budi.

Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Wonogiri Berangsur Turun, Terendah Rp35.000/Kg

Ekspedisi Mudik 2024

Alasannya, menurut Budi, karena keterbatasan anggaran. Situasi pandemi Covid-19 jadi keluhan bagi SLB Giri Wiyata Dharma. Sebab dalam dua tahun ini donasi untuk mereka tak seperti tahun-tahun sebelum Covid-19 melanda.

Penampungan anak berkebutuhan khusus sekaligus tempat belajar bagi mereka yang sudah berdiri sejak 1986. Pengelola sekaligus pengajar, dalam pengakuan Kepala SLB Giri Wiyata Dharma, ikhlas dan bersenang hati menemani anak-anak.

Hal itu terlihat ketika Solopos.com menemui Sri Wudyaswati, 55, pengasuh di panti atau asrama tempat anak-anak berkebutuhan khusus dititipkan. Ia sejak 2009 mengabdikan diri di SLB sekaligus Panti Sosial Giri Wiyata Dharma.

Baca Juga: Kuasai Akuntansi Desa, Lulusan SMK Wonogiri Banyak Jadi Perangkat Desa

“Dulunya kan saya mendaftar sebagai guru seni kemudian diterima. Karena anak-anak hubungannya dekat sama saya, lalu diadakan rapat di sekolah dan saya diamanahi menemani anak-anak di panti,” ujar perempuan yang akrab disapa Atik.

Atik bersama seorang rekannya didapuk mengelola Panti Sosial Giri Wiyata Dharma. Tugas membersihkan, memasak, mendampingi anak-anak, selama 24 jam adalah pekerjaan Atik. Dengan tugas yang sedemikian rupa, ia mendapat upah senilai Rp250.000 dalam sebulan.

Atik bertempat tinggal di Kecamatan Wuryantoro. Setiap Jumat sore ia baru bisa pulang ke rumah, itu pun jika anak-anak sudah dijemput orang tuanya. Atik mengaku selama menemani anak-anak di panti tak pernah mengalami duka.

Baca Juga: Rehab RTLH Klaten Andalkan Gelontoran Dana Bantuan Provinsi dan Pusat

“Enggak ada dukanya, senang-senang saja menemani anak-anak. Apalagi kalau mereka cerita di asrama kan enggak ada yang nyambung tapi karena itu jadi bikin bahagia” ucapnya.

Kerelaan mendidik dan menemani anak-anak berkebutuhan khusus, kebahagiaan yang diperoleh dari mereka, menjadi alasan Budi, Atik, dan pendidik di SLB Giri Wiyata lainnya bertahan. “Ya harus bertahan, karena bagaimana pun anak-anak ini butuh diasuh. Mereka punya hak pendidikan, hak untuk bahagia, kalau tidak ada lagi yang peduli, lalu bagaimana nasib mereka,” kata Budi sambil menahan tetes air matanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya