SOLOPOS.COM - Ilustrasi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang tercoreng kasus penganiayaan junior hingga tewas. (JIBI/Semarangpos.com/Dok.)

Penganiayaan hingga menewaskan taruna Akpol kasusnya saat ini tengah ditangani Pengadilan Negeri Semarang.

Semarangpos.com, SEMARANG – Para Taruna Tingkat II Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, Jawa Tengah (Jateng), meminta para senior yang terlibat penganiayaan hingga menewaskan Brigadir Dua Taruna, M. Adam, beberapa waktu lalu, tak dihukum berat.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Hal itu disampaikan para taruna Akpol yang menjadi saksi dalam kasus tewasnya M. Adam pada persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (26/9/2017). Ada tujuh taruna tingkat II Akpol yang dihadirkan dalam sidang dengan terdakwa sembilan taruna tingkat III Akpol Semarang, yakni Joshua Evan Dwitya Pabisa, Reza Ananta Pribadi, Indra zulkifli Pratama Ruray, Praja Dwi Sutrisno, Aditia Khaimara Urfan, Chikitha Alviano Eka Wardoyo, Rion Kurnianto, Erik Aprilyanto dan Hery Avianto.

Sementara, tujuh taruna tingkat II yang menjadi saksi itu, yakni Brigdir Dua Taruna Anakletus Mardi Wyne, Ilham Gesta Rahman, Sua Fauzan Fataruba, Dwi Kurnia Arsiyanto, M. Rizki Ramadani, Raymond Juliano, serta Reza Andhika Arifin.

Menurut saksi Dwi Kurnia, para senior itu memang melakukan penganiayaan terhadap para junior, termasuk korban. Meski demikian, mereka telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung.

“Permintaan maaf secara langsung pertama kali disampaikan saat kami bertemu di rekonstruksi kasus ini,” ujar Dwi dalam persidangan, seperti dilansir laman berita Antara.

Ia menyebut permintaan maaf itu, disampaikan salah satu terdakwa yang dituakan, Rinox Watimena, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, tapi menjalani sidang secara terpisah.

Dalam kesaksiannya, para taruna tingkat II itu mengaku dikumpulkan dalam satu ruangan untuk untuk diberi pembinaan disiplin oleh para seniornya.

Dalam pembinaan itu juga disertai dengan hukuman fisik berupa pukulan dengan tangan kosong maupun menggunakan alat.

Meski demikian, para junior mengatakan hukuman fisik itu tidak sampai menimbulkan cacat hingga. “Pembinaan ini sebagai bentuk menjaga hubungan antara senior dengan juniornya,” kata saksi Fauzan Fataruba.

Penganiayaan yang dilakukan itu, menurut para saksi juga sebagai bentuk pembinaan. Mereka pun menolak jika penganiayaan itu dianggap sebagai bentuk penyiksaan.

“Pembinaan ini bukan merupakan penyiksaan. Kami sudah memaafkan para senior kami. Kami mohon majelis hakim memberikan hukuman yang seringan-ringannya,” ucapnya.

Sementara itu, sidang pada dua berkas terpisah dengan terdakwa masing-masing Christian Atmadibrata Sermumes, Martinus Bentanone, Gibrail Chartens Manorek dan Gilbert Jordu Nahumury serta Rinox Lewi Watimena juga menghadirkan saksi dari sejumlah taruna tingkat II.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya