SOLOPOS.COM - Ilustrasi bullying atau perundungan di sekolah dasar (SD). (JIBI/Semarangpos/Dok.)

Penganiayaan siswi SD di Kudus oleh rekan-rekan sekelasnya menunjukkan perlunya masyarakat Kudus belajar menghindari kekerasan pada anak-anak.

Semarangpos.com, KUDUS — Masyarakat Kabupaten Kudus dinilai Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi (PPPA Dalduk dan KB) Jawa Tengah perlu mendapatkan edukasi tentang bentuk-bentuk kekerasan agar bisa menghindari kemungkinan terjadi tindak kekerasan di kalangan anak-anak.

Promosi Kisah Agen Mitra UMi di Karawang: Penghasilan Bertambah dan Bantu Ekonomi Warga

“Jangan sampai muncul tindak kekerasan namun oleh sebagian kalangan dianggap hal biasa. Hal itu, guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Analis Perlindungan Anak Dinas PPPA Dalduk dan KB Jateng, Isti Ilma Patriani. saat ditemui di sela-sela kunjungan kerja ke Universitas Muria Kudus, Selasa (8/8/2017).

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas IV SDN 1 Gondosari diduga mengalami kekerasan fisik maupun seksual oleh teman sekelasnya. Pelaku yang diduga melakukan aksi kekerasan terhadap siswa berinisial AL, 8, berjumlah sembilan orang dengan cara ditindih punggungnya menggunakan kursi serta diduga juga mengalami kekerasan seksual.

Demi memastikan ada tidaknya tindak kekerasan tersebut, Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) Kudus mendampingi korban kasus penganiayaan itu melakukan pemeriksaan medis di rumah sakit umum daerah setempat untuk mendapatkan visum et repitum. Pihak Polres Kudus yang menerima laporan tersebut, juga memintai keterangan terhadap sejumlah pihak, termasuk kepala SD setempat beserta guru dan orang tua korban.

Sikap serupa tak ditunjukkan Kepala Disdikpora Kudus Joko Susilo dan Bupati Kudus Musthofa. Meskipun mengakui adanya peristiwa pendisiplinan siswa oleh ketua kelas saat jam istirahat di kelas IV, Joko Susilo membantah terjadi aksi kekerasan. Disdikpora Kudus, tegasnya, belum pernah menerima pengaduan terkait tindak kekerasan di SD setempat. Bantahan serupa juga dikemukakan Musthofa yang menjenguk langsung siswi yang diduga menjadi korban kekerasan oleh sembilan teman sekelasnya. Menurut bupati yang tengah mencalonkan diri menjadi Gubernur Jateng itu, yang terjadi hanya bercanda antarsiswa.

Pada kenyataannya, baik siswa yang diduga menjadi korban, maupun siswa yang disangka menjadi pelaku penganiayaan dengan motif bullying atau perundungan, kini tak lagi bersekolah di SDN 1 Gondosari. JPPA Kudus yang menemukan kasus itu, hingga kini bertekad melakukan pemulihan kejiwaan para pelajar SD yang terlibat dalam bullying atau perundungan tersebut.

Atas dasar itulah, Isti Ilma Patriani menyatakan perlunya edukasi kepada masyarakat Kudus tentang bentuk-bentuk kekerasan. Dengan edukasi tersebut, dia berharap masyarakat mengetahui tindakan yang masuk kategori kekerasan, sehingga bisa turut melakukan pencegahan ketika hal tersebut terjadi.

Terkait kunjungannya ke Kudus, kata dia, dalam rangka monitoring dan evaluasi yang menjadi program rutin Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jateng terkait sistem perlindungan anak di Kudus. “Kalaupun di Kudus terjadi dugaan kekerasan di kalangan siswa sekolah dasar [SD], tentunya hanya kebetulan karena informasi tersebut justru diperoleh lewat media,” ujarnya.

Bertepatan dengan kunjungan kerja tersebut, dia mengaku, ingin pula mendapatkan informasi sekaligus pengecekan terkait dugaan kekerasan di kalangan siswa SD tersebut. Ia mengakui, ingin mengetahui tentang penanganannya, mengingat korbannya masih anak-anak dan masa depannya masih panjang.

Selain berkunjung di Universitas Muria Kudus, dirinya juga berkunjung ke kantor Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kudus. “Kami menyarankan untuk merapatkan barisan dalam hal penanganan anak dengan melibatkan berbagai instansi,” ujarnya.

Ia menyarankan Pemkab Kudus lebih maksimal dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan dan mencari faktor penyebabnya. Apabila terjadi kesalahan dalam pengasuhan, kata dia, semua pihak perlu turun tangan melakukan edukasi, ketika kesalahan terjadi pada dunia pendidikan, maka pengawasannya perlu ditingkatkan dan tenaga pengajarnya juga harus lebih peduli.

Menurut dia, dugaan kekerasan di SD Negeri 1 Gondosari merupakan kesalahan bersama, mulai dari lingkungan keluarga hingga pihak sekolah yang seharusnya bisa menerapkan pengawasan yang lebih baik. “Korban kekerasan tentunya bisa didampingi oleh Dinas Sosial yang memiliki akses ke korban, sedangkan pelaku bisa didampingi Balai Pemasyarakatan [Bapas] Kelas II Pati,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Dinas PPPA Dalduk dan KB Provinsi Jateng melalui website http://dpppadaldukkb.jatengprov.go.id, tercatat jumlah korban kekerasan di Kabupaten Kudus didominasi kekerasan seksual karena tercatat ada 16 korban, sedangkan kekerasan psikis 14 korban dan kekerasan fisik 11 korban. Sementara korban kekerasan dari sisi usia sepanjang 2016, didominasi anak yang mencapai 38 orang.

Baca Juga Berita Sebelumnya;
Kasus Kekerasan Siswa SD Terungkap, Dada Korban Ditindih Kursi…
Disdikpora Sangkal Perundungan di SDN 1 Gondosari
Polisi Periksa Saksi-Saksi Kekerasan Siswa SD
Bupati Musthofa Anggap Perundungan sebagai Gurauan
JPPA Bertekad Pulihkan Kejiwaan 9 Siswa SD Pelaku Kekerasan

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya