SOLOPOS.COM - Ketua Umum Dulur Ganjar Pranowo, R. Zio Suroto, menyerahkan komanda secara simbolis berupa sebiah keris kepada Ketua DPD Dulur Ganjar Pranowo Sragen, F.X. Suwandi, saat deklarasi sukarelawan Dulur Ganjar Pranowo Sragen di R.M. Ayem Tentrem, Sragen, Sabtu (7/8/2021). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SOLO — Pengamat politik UNS Solo, Agus Riewanto, melihat ada fenomena yang sama ketika momentum naiknya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden pada 2014 dengan fenomena yang berkembang beberapa bulan terakhir.

Fenomena tersebut ihwal penggunaan komunitas sukarelawan sebagai cara mendongkrak popularitas seseorang. Seperti diketahui beberapa hari terakhir marak deklarasi komunitas Sahabat Ganjar di sejumlah daerah di Tanah Air.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dulu saat Pak Jokowi menjadi Gubernur dan Presiden juga menggunakan mekanisme relawan. Kekuatan relawan itu cukup dahsyat dalam membantu Pak Jokowi untuk memopulerkan dia,” terang Agus, Rabu (25/8/2021) sore.

Baca Juga: Grafiti Sindir Pemerintah di Solo Dihapus, Gibran Tegaskan Bukan karena Kontennya

Dari sekian banyak figur yang berpotensi menjadi capres-cawapres 2024, Agus menilai Ganjar Pranowo sebagai sosok yang dukungan sukarelawannya paling kuat. Hal itu memantik tanda tanya apakah kondisi itu sengaja didesain oleh Ganjar.

Tujuan akhirnya, Agus melanjutkan yakni agar DPP PDIP memilih Ganjar sebagai capres pada Pemilu 2024. “Apakah ini bagian dari desain Ganjar untuk memopulerkan diri, agar dirinya memperoleh perhatian dari PDIP?” tanya Agus.

Pandangan Agus merujuk situasi dan kondisi menjelang Pemilu 2014. Ketika itu menurutnya ada semacam keterpaksaan PDIP memilih Jokowi sebagai capres karena yang paling populer dibandingkan figur lainnya.

Baca Juga: Proyek Drainase Jl S Parman Solo Telan Rp3,4 Miliar, Legislator: Pekerjaan Selesai, Genangan Teratasi!

Momentum dan Dinamika

“Sehingga dalam tanda kutip PDIP harus mengambil Jokowi sebagai capres. Nah, fenomena ini akan diulang di era Pak Ganjar tampaknya. Namun apakah cara yang sama akan berhasil atau tidak, saya belum bisa memprediksi,” katanya.

Menurut Agus, di dunia politik tidak ada hukum besi atau pakem yang bisa dijadikan pedoman dalam memperoleh popularitas capres. Artinya metode yang berhasil diterapkan figur tertentu, belum tentu berhasil ketika dipakai figur lainnya.

Baca Juga: Warga Kecele Vaksin Sinovac Dosis Kedua di Grha Saba Solo Habis, Ini Tanggapan Gibran

Keberhasilan sebuah pergerakan politik dipengaruhi momentum dan dinamikanya. “Belum tentu cara-cara pada masa Pak Jokowi akan manjur, atau kemanjurannya sama ketika digunakan oleh calon lain,” urainya.

Agus menyatakan akan selalu ada ujian terhadap cara atau metode penggalangan dukungan yang diterapkan setiap calon. Keberhasilan seorang calon bergantung sejauh mana mampu melewati ujian dan menyesuaikan strateginya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya