SOLOPOS.COM - Perjalanan tiga Guru SM3T UNY yang ditugaskan di Pegunungan Bintang, Papua terpencil ini. Karena perang suku tiga guru SM3T UNY harus mengungsi dari distrik Oksamol sampai ke distrik Oklib. (Istimewa)

Pengalaman guru SM3T UNY saat mengajar di Papua ini menyeramkan, yakni harus mengungsi karena perang suku

Harianjogja.com, PAPUA – Pendidikan menjadi kebutuhan utama masyarakat Indonesia, khususnya warga Papua. Bagi mereka yang berada di tempat terpencil memang sangat susah mendapatkan pendidikan.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Hal ini yang dirasakan guru Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) yang mengajar di Pegunungan Bintang, Papua.

Sebanyak tiga Guru SM3T UNY ditugaskan di daerah terpencil ini. Mereka antara lain Aditya Prihastini Wikantini, Ageng Hening Hutomo dan Febrian Nur Hidayat. Selama dalam perjalanan mengungsi mereka harus berjalan 12 jam untuk sampai di lokasi.

Febrian mengaku masalah sosial muncul saat mereka ditempat di wilayah ini. Perang suku berlangsung membuat suasana menyeramkan sehingga mereka memutuskan untuk mengungsi ke distrik tetangga, yaitu Oklib.

“Kami ditempatkan di Distrik Oksamol dan harus mengungsi di Oklib agar terhindar dari perang suku. Di sini kami mengalami masalah lagi, jarak yang harus kami tempuh adalah 12 jam perjalan sebelum tiba di lokasi mengajar,” kata Febrian dalam rilis yang diterima Harian Jogja, Senin (23/11/2015).

Perjalan 12 jam tentu akan terlihat cepat jika berjalan di jalan beraspal dan menggunakan motor. Rupanya tidak demikian dengan kondisi jalan dari Oklib menuju Oksamol. Mereka harus menempuh perjalanan darat selama 12 jam berjalan kaki menempuh hutan belantara Papua.

“Tidak ada jalan aspal yang dilewati angkutan umum, hanya ada pesawat yang pada saat itu diblokir penerbangannya karena perang suku,” jelas Febrian.

Ditemani emapt siswa SD Inpres Tinibil Oksamol sebagai penunjuk jalan, guru SM3T tersebut memulai petualangan yang tidak terlupakan. Menempuh jalan sempit dan curam serta berjurang. Setelah satu jam perjalanan rombongan sampai di Kampung Une dan disambut siswa SD yang tinggal di sana.

Cukup beristirahat mereka melanjutkan perjalanan ke Oklib. Satu-satunya wanita dalam rombongan, Aditya Prihastini Wikantini mengatakan bahwa makin jauh perjalanan yang ditempuh bukan semakin mudah, tapi harus semakin membutuhkan perjuangan.

Selama perjalanan banyak lereng curam, jalanan longsor yang harus berhati-hati jika memijakkan kaki. Sungai kecil yang licin, jika tidak hati-hati langkah kecil bisa tergelincir.

“Berulang kali saya mengajak beristirahat walau belum ada seperempat jalan. Kami melepas lelah di kebun, sungai dan tempat yang rindang. Meskipun tahu akan memperlambat perjalanan yang jauh ini, tetapi teman-teman menyadarinya,” kata Wikantini.

Wikantini mengaku baru pukul jam 20.15 WIT sampai di distrik Oklip padahal perjalan di mulai pukul 07.30 WIT. Perasaan bahagia terlihat saat rombongan bertemu para guru SM3T Distrik Oklib.

“Saya tak menyangka bisa berjalan sejauh itu walaupun dengan susah payah. Terima kasih untuk teman-teman dan muridku. Perjuangan yang tak akan pernah terlupakan,” kata Wikantini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya