SOLOPOS.COM - Keluarga pemilik lahan, Bambang Cahyono, 54, saat menceritakan kronologi penjebolan tembok benteng Kartasura dan pembelian tanah di kawasan itu, Sabtu (23/4/2022). (Solopos-Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO – Kasus penjebolan situs cagar budaya tembok benteng baluwarti eks Keraton Kartasura wilayah Krapyak Kulon RT 002/RW 010, Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo masih menjadi polemik.

Keluarga pembeli tanah yang melakukan penjebolan, Bambang Cahyono, 54, mengatakan pihaknya tidak hanya diminta menjebol oleh pihak perangkat RT setempat namun dia juga diminta untuk membongkar tembok di kawasan Keraton Kartasura tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Tidak ada peringatan dari warga, saya menunggu [di lokasi] pada saat pembongkaran. Bapak RT malah menyuruh, suruh bongkar bukan hanya dijebol. Tapi kami cuma memakai untuk akses masuk material. Cuma beberapa meter kita buka,” jelasnya saat diwawancarai wartawan di kawasan Keraton Kartasura, Sabtu (23/4/2022).

Baca juga: Dijebol Warga, Benteng Baluwarti Keraton Kartasura Berusia 300 Tahun

Dia mengaku penjebolan itu dilakukan keponakannya, Burhanudin, Kamis (21/4/2022), yang mengaku tidak tahu jika tembok tersebut masuk dalam kawasan cagar budaya. Menurutnya IKA (patok) ada di luar tembok dengan luas bangunan 680 m2 yang baru dibayarkan separuhnya dari pemilik sebelumnya Linawati yang rumahnya berada dalam kawasan tembok tersebut. Dia menyebut saat ini Linawati berada di Lampung bersama suaminya.

Bambang menyebut tak ada larangan dalam kegiatan yang dilakukannya selama dua pekan. Bahkan dia membeberkan alasan Ketua RT memintanya melakukan pembongkaran.

“Selama dua pekan kami membersihkan di sini tidak ada yang mendekati, mengarahkan, tidak ada yang melarang. Justru pak RT dan warga menyuruh melakukan pembongkaran karena menghabiskan kas RT selama 30 tahun,” katanya.

Baca juga: Prihatin Benteng Keraton Kartasura Dijebol, Masyarakat akan Doa Bersama

Dia menyebut pembersihan kawasan tersebut selama beberapa tahun 100 persen pendanaan berasal dari kas desa Krapyak Kulon RT002/RW010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Sementara dalam satu kali perawatan menghabiskan dana Rp300.000. Dia menjelaskan tembok tersebut kalau tidak dibersihkan pohonnya bisa sampai ke luar jalan sehingga mengganggu aktivitas warga.

“Ini, di dalam kaya hutan [pohonnya menjuntai ke] luar sampe gondrong ke sana. Setiap tahun itu pasti [pembersihan]. Tidak ada bantuan dari pemerintah, yang punya kebun juga gak ngasih. Dari dinas terkait [Dinas Pendidikan dan Kebudayaan] tidak ada kompensasi sama sekali,” jelasnya.

Dia mengaku pembelian lahan itu untuk membuat rumah indekos. Sementara dia mengatakan dalam sertifikat kepemilikan sampai luar tembok masih termasuk dalam hak miliknya.

Baca juga: Bupati Etik: Usut Tuntas Kasus Penjebolan Benteng Keraton Kartasura!

“Setahunya ini barang hak milik masuk jadi kita belinya sampai luar jalan. Di luar tembok, termasuk temboknya masuk sertifikat makanya kami yang bingung itu. Purbakala juga masuk hak pribadi,” jelasnya

Dia mengatakan mengetahui informasi penjualan tanah dari tetangga di sekitar kawasan itu. Dia mengetahui tanah yang berada di samping makam (lokasi penjebolan) mau dijual. Pada saat itu, keponakannya yang juga pemilik bengkel berminat dengan kesepakatan harga 850 juta. Dia mengaku rugi dengan adanya kejadian itu.

“Yang jelas rugi, kita berhenti ini, padahal kami sewa juga [alat beratnya] per jam. [Harga sewa] perjam Rp200.000. Mangkrak kemarin pukul 10.00 WIB pagi diberhentikan bapak-bapak suruh berhenti dulu proses pengkajian itu,” urai dia.

Baca juga: Warga Jebol Benteng Keraton Kartasura Ngaku Tak Tahu Berstatus BCB

Sementara itu, Ketua RT Kampung Krapyak Kulon RT 002/RW 010, Kartasura, Sumani, 78, mengaku tidak pernah mengizinkan adanya pembongkaran tembok Keraton Kartasura. Dia menyebut pihak pembeli hanya meminta izin terkait pembersihan lahan. Dia juga menyebut siap jika dilakukan mediasi dan dipertemukan dengan seluruh pihak terkait.

Sementara itu terpisah, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terkait sanksi yang akan ditetapkan dan siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus penjebolan itu, Sabtu.

“Karena yang diamanatkan Undang-undang Cagar Budaya, sesuai pasal 100 ini adalah teman-teman PPNS dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Maka untuk penanganan lebih lanjutnya akan di tangani PPNS. Kita akan memberikan back up, koordinasi dan asistensi sebagai mana nanti dibutuhkan,” jelasnya saat ditemui di lokasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya