SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BOYOLALI — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali didesak segera meninjau ulang, bahkan menghentikan pengadaan laptop bagi guru-guru besertifikasi di Kota Susu yang difasilitasi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat. Di sisi lain, hak angket atau hak penyelidikan dari anggota DPRD Boyolali terkait pengadaan laptop tersebut terus digalang.

Direktur Eksekutif Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik (Kompip) Boyolali, Akbarudin Arif, mengemukakan Bupati Boyolali, Seno Samodro tidak seharusnya menutup mata terhadap munculnya persoalan terkait pengadaan laptop bagi guru-guru besertifikasi yang difasilitasi oleh Disdikpora tersebut. Menurut dia, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya persoalan itu telah menyebabkan banyak guru di wilayah Kota Susu resah.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Secara normatif memang disebutkan bahwa penawaran dari perusahaan rekanan yang difasilitasi oleh Disdikpora itu tidak ada paksaan, tidak ada tekanan. Tapi pada kenyataannya di lapangan, ada tekanan terselubung kepada guru-guru yang tidak mau membeli, sampai para guru tersebut terpaksa membeli laptop,” ungkap Akbarudin kepada wartawan di Boyolali, Senin (29/10/2012).

Terhadap persoalan tersebut, Akbarudin mengatakan seharusnya Bupati responsif karena pada dasarnya guru-guru itu juga bagian dari masyarakat Kota Susu. Semestinya, menurutnya, Bupati juga harus bersedia mendengarkan keluhan dan memperhatikan nasib para guru itu berkaitan persoalan yang mereka hadapi. Meskipun penawaran laptop bagi guru-guru tersebut dilandasi dengan dalih peningkatan mutu pendidikan.

“Kalau para guru selaku pendidik di wilayah Boyolali ini resah, tentunya yang dikhawatirkan justru akan berdampak pada kepentingan masyarakat di dunia pendidikan itu sendiri. Dan paksaan untuk membeli laptop ini juga memberatkan dan membebani mereka,” katanya.

Apalagi jika disoroti dari harga jual laptop yang ditawarkan kepada para guru itu, menurut Akbarudin, bisa diindikasikan sebagai tindakan korupsi.

“Sebab harga jual laptop jenis yang ditawarkan semestinya hanya kisaran Rp3 juta, tapi itu dijual dengan harga Rp5,6 juta sampai Rp5,8 juta. Bahkan jika dengan kredit, nilainya bisa mencapai Rp9 juta,” ungkapnya.

Terkait persoalan itu pula, Akbarudin menyatakan Kompip saat ini membuka posko pengaduan bagi guru-guru besertifikasi yang merasa keberatan untuk membeli laptop yang difasilitasi Disdikpora tersebut.

Di samping itu, pihaknya berharap Bupati dan juga jajaran Disdikpora meninjau ulang pengadaan laptop bagi guru-guru besertifikasi tersebut.

Terpisah, anggota DPRD Kabupaten Boyolali, Thontowi Jauhari mengatakan hak angket anggota DPRD terkait pengadaan laptop tersebut masih terus digalangnya.

Sementara itu, Fuadi dari FG DPRD, membenarkan pihaknya sudah menerima surat usulan penggunaan hak angket DPRD tersebut. Namun diakuinya, pihaknya belum menindaklanjuti surat itu.

“Akan kami rapatkan terlebih dulu,” kata Fuadi saat dimintai informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya