SOLOPOS.COM - Kapal nelayan China yang tertangkap di Natuna, Jumat (27/5/2016). (Istimewa/Koarmabar/Detik)

Penertiban nelayan asing direcoki klaim China atas perairan Natuna. Sikap tegas Jokowi dipuji, namun tetap berhati-hati dalam sengketa laut China Selatan.

Solopos.com, JAKARTA — Tindakan tegas TNI AL terhadap kapal pencuri ikan di Natuna berhadapan dengan manuver China yang beberapa kali melindungi kapal-kapal dari negara Tirai Bambu. Presiden Jokowi mengirim sinyal tak gentar menghadapi perang urat syaraf dengan China.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Analis senior Kenta Institute Eric Alexander Sugandi mengungkapkan China tidak memiliki dasar hukum atas klaimnya terhadap perairan Natuna. Dia menyebutkan apa yang dilakukan oleh TNI AL sudah tepat, meskipun pemerintah Indonesia juga perlu berhati-hati dalam penggunaan kekuatan militer.

“China sendiri sebenarnya meratifikasi ketentuan-ketentuan UNCLOS dalam peraturan perundangannya. Dengan melihat hal itu, idealnya kita tidak perlu bernegosiasi dengan China, tapi upaya negosiasi diperlukan dalam rangka meredakan ketegangan,” tuturnya.

Indonesia memang layak berhati-hati terhadap kemampuan militer China. Adapun, dari Power Index yang dilansir oleh Global Fire Power pada Januari 2016, China menduduki peringkat 3 sebagai negara dengan kapabilitas militer tertinggi di dunia, di bawah Amerika Serikat dan Rusia. Sementara, Indonesia berada di peringkat 14 dalam daftar berisi 126 negara tersebut.

Dari statistik tersebut, total tentara China yang berjumlah 4,33 juta orang, jauh melampaui total tentara Indonesia yang hanya 876.000 orang. Artinya, apabila China mengonsentrasikan 25% saja dari kekuatan militernya, secara teoritis Indonesia sudah kalah. Baca juga: Rapat di KRI Imam Bonjol, Cara Jokowi Tantang Manuver China di Natuna.

Meski demikian, Rosyidin mengatakan, negara yang dipimpin oleh Xi Jinping itu tidak akan gegabah membalas aksi Indonesia dengan langkah militer yang agresif. Menurutnya, China memandang negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, adalah mitra strategis di kawasan sedikitnya untuk dua hal.

Pertama, mereka butuh Indonesia untuk menangkal hegemoni politik pengaruh Amerika Serikat. Kedua, dalam rangka kerja sama ekonomi, yang dibuktikan dengan figur aktivitas dagang dan investasi kedua belah pihak. “China akan berpikir rasional dalam soal ini dan kecil kemungkinan untuk mengorbankan kepentingannya. Indonesia dan Asia Tenggara terlalu berharga bagi China untuk melancarkan langkah militer,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya