SOLOPOS.COM - Peledakan kapal illegal fishing di perairan Bitung, Rabu (20/5/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Fiqman Sunandar)

Penertiban nelayan asing di Natuna diganggu kapal Coasguard China. Pemerintah Indonesia didesak bertindak lebih tegas.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad mendukung penuh usaha pemerintah dalam rangka mencegah Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di Natuna. Sementara itu, pengamat politik Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia bisa mengancam mundur dari posisi negosiator konflik laut China Selatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Indonesia bisa menekan China. Caranya, Indonesia bisa mengancam untuk menarik diri sebagai negosiator yang jujur dalam konflik laut China Selatan. Selama ini kan Indonesia jadi negosiator jujur,” kata Hikmahanto dalam wawancara yang ditayangkan Metro TV, Rabu (23/3/2016).

Dalam rilisnya yang dilayangkan pada Rabu (23/3/2016), Farouk menuturkan DPD mengapresiasi Kementerian Luar Negeri yang telah melayangkan nota diplomatik atas tindakan yang dilakukan kapal coastguard China-Tiongkok terhadap penggagalan penangkapan kapal ilegal KMK Way Fey oleh Kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di perairan Natuna.

“Pencurian ikan yang terjadi di perairan Natuna oleh kapal nelayan dari China selain telah mengambil sumber daya laut Indonesia, di sisi lain juga telah melakukan pelanggaran kedaulatan negara karena telah masuk wilayah perairan Indonesia. Saya juga menyesalkan tindakan coastguard [penjaga pantai] China yang telah melakukan perlindungan terhadap pelaku kejahatan,” tutur Farouk.

Dia menuturkan aksi kapal nelayan dan pembelaan oleh kapal coastguard China secara faktual telah melanggar Undang-Undang (UU) No. 43/2008 tentang Wilayah Negara pasal 7. Pasal itu menyatakan Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di wilayah yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Seperti diketahui bahwa kepulauan Natuna masih dalam wilayah Indonesia, meski seringkali China menganggap bahwa itu menjadi wilayah lautnya. Ketua DPD mengatakan Pemerintah China juga telah melanggar ketentuan International United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atas ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai.

Indonesia memiliki Zona Ekonomi Ekslusif yakni zona yang luasnya 200 mil dari garis pantai, di mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel atau pipa.

“Illegal fishing telah menyebabkan kerugian yang luar biasa bagi negara. Penindakan, pengawasan dan penghentian terhadap pelaku ilegal fishing memerlukan keseriusan pemerintah beserta seluruh pihak yang terkait,” tuturnya

Senator asal NTB itu menyarankan pemerintah memperkuat armada pengawasan di wilayah Natuna. Selain itu, Indonesia juga harus secara serius menyampaikan keberatan kepada pemerintah China atas berbagai kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan-nelayanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya