SOLOPOS.COM - Ilustrasi transaksi politik uang (JIBI/Solopos/Dok.)

Penerimaan polisi kerap kali meninggalkan lagu lama berupa masih banyaknya masyarakat yang percaya jalur “belakang”.

Madiunpos.com, SITUBONDO – Harapan Abdul Latif agar anak laki-lakinya menjadi anggota Polri, berujung gigit jari. Betapa tidak, selain anaknya yang berusia 18 tahun gagal lolos seleksi, warga Situbondo itu ternyata juga dikibuli. Untuk meloloskan anaknya, warga Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji itu sudah merogoh koceknya hingga Rp22,2 juta.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Uang pelicin itu konon diserahkan korban kepada pria berinisial SF, 42, warga Jalan Basuki Rahmat Situbondo, yang mengaku punya kenalan di Mabes Polri. Sadar dirinya dikibuli, Abdul Latif pun akhirnya memilih lapor ke polisi. Karyawan PG ini melaporkan SF dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana penipuan.

“Tadi siang laporan dugaan penipuan itu sudah kami terima. Sekarang sudah dalam penanganan intensif penyidik Satuan Reskrim,” kata Kasubbag Humas Polres Situbondo, Ipda Nanang Priambodo, Senin (18/5/2015).

Aksi dugaan penipuan itu berawal dari iming-iming SF, yang mengaku bisa meluluskan anak korban menjadi anggota Polri. Pelaku berdalih memiliki channel di Mabes Polri, dan menjamin bisa meloloskan anak korban dalam rekrutmen Polri tahun 2015. Mendengar itu, korban pun sontak jadi tergiur. Saat itulah, SF mulai memasang bandrol untuk jalan pintas anak korban lolos jadi anggota Polri.

Pada pertengahan bulan Februari 2015 lalu, korban mendatangi rumah SF untuk menyerahkan sejumlah uang yang dimintanya. Meski begitu, saat mengikuti tes, anak korban Mohammad Ali Dasuki, 18, ternyata gagal di tes tahap awal. Konon, karena tinggi badan anak korban tidak memenuhi persyaratan. Tahu begitu, si SF kembali membesarkan hati si orang tua.

Saat itu, pelaku kembali meminta tambahan uang pelicin hingga Rp1,2 juta. Uang sebanyak itu konon untuk diserahkan kepada tim penguji, agar tinggi badan anak korban tidak lagi dipermasalahkan. Sayangnya, meski sudah membayar uang tambahan, namun lagi-lagi anak korban gagal lolos pada tes tahap awal.

“Saya pernah diajak ikut ke Surabaya, namun hanya masuk sebentar ke Polda, lalu keluar lagi. Setelah itu hanya jalan-jalan saja,” kata Rehani, 47, istri Abdul Latif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya