SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang Rupiah di Bank, Jakarta, 21 April 2016. (Reuters/Darren Whiteside)

Solopos.com, SRAGEN -- Pembagian bantuan langsung tuna (BLT) yang bersumber dari dana desa (DD) mengundang kecemburuan di kalangan warga. Menurut Kades di Sragen, sebagian besar warga merasa berhak mendapat BLT itu karena ikut terdampak Covid-19. Tidak jarang dari mereka menginginkan BLT DD itu dibagi rata.

Round Up Covid-19 Karanganyar: Nihil Tambahan Kasus Positif, Pasien Sembuh Tambah 1

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, Mulyono, mengatakan Pemdes Sepat wajib mengalokasikan maksimal 25% anggaran dari DD sebesar Rp800 juta untuk menyalurkan BLT. Berdasar pencermatan di lapangan terdapat cukup banyak warga yang terdampak Covid-19.

Akan tetapi, Pemdes Sepat harus mengambil skala prioritas untuk menentukan warga yang dianggap paling tepat menerima bantuan BLT senilai Rp600.000/bulan.

“Kami putuskan hanya 109 keluarga yang dapat bantuan BLT DD. Mereka bukan penerima bantuan PKH [program keluarga harapan] maupun BPNT [bantuan pangan nontunai]. Karena BLT berlaku untuk tiga bulan, maka satu keluarga total dapat Rp1,8 juta. Dengan begitu, kami butuh dana sekitar Rp196 juta untuk merealisasikan BLT DD itu,” jelas Mulyono kepada Solopos.com, Rabu (6/5/2020).

Round Up Covid-19 Wonogiri: Pasien Sembuh Jadi 5 Orang, Warga Dilarang Ronda Malam

Saat ini, Pemdes Sepat baru menyelesaikan musyawarah desa (musdes) guna membahas persiapan pencairan BLT DD. Dia menegaskan BLT DD diberikan by name dan by address melalui nomor rekening masing-masing keluarga penerima bantuan.

BLT DD sengaja tidak dibagikan secara tunai demi menghindari kecemburuan sosial. Kendati begitu, dia mengakui kecemburuan sosial tidak bisa dilepaskan saat BLT DD dibagikan.

“Saya berkali-kali dapat telepon dari warga atau ketua RT. Mereka menginginkan BLT DD dibagi rata dengan warga lain. Saya tegaskan hal itu tidak bisa dilakukan. Itu uang negara sehingga harus dipertanggungjawabkan dengan benar. Kalau dibagi rata, siapa yang mau bertanggung jawab? Risikonya, kepala desa yang bisa ditarik ke jalur hukum karena dianggap menyalahi aturan,” tegas Mulyono.

Pasien Covid-19 Sembuh di Sukoharjo Bertambah, Kini dari Kartasura & Nguter

BLT di Sragen

Proses seleksi penerima BLT DD melibatkan relawan dari kalangan pengurus RT. Di Desa Sepat sendiri terdapat 46 RT. Dia juga tidak memungkiri kedekatan pengurus RT dengan warga tertentu bisa mempengaruhi proses seleksi calon penerima BLT DD.

Hal itu yang membuat pencarian BLT DD itu tidak luput dari kecemburuan sosial. “Karena di sini ada 46 RT, kalau dirata-rata satu RT mungkin hanya ada 2-3 warga yang dapat BLT DD. Namun, BLT DD tidak dibagi berdasar jumlah RT, melainkan by name dan by address,” papar Mulyono.

Senada dikatakan Kepala Desa Cepoko, Kecamatan Sumberlawang, Ngadiman. Menurutnya, dari sekitar 1.200 keluarga di Cepoko, hanya sekitar 10% atau 146 keluarga yang dapat BLT DD. Jika dirata-rata, satu RT hanya terdapat lima keluarga yang dapat BLT DD tersebut.

MUI Jateng Siapkan Fatwa Salat Id di Rumah

“Kalau dirinci, hampir semua keluarga terdampak Covid-19, kecuali PNS. Realita di lapangan seperti itu. Karena banyak warga yang merasa berhak dapat BLT DD, akhirnya nguber-nguber ketua RT dan kades. Saya justru kasihan sama ketua RT. Dana operasional RT itu cuma Rp250.000/bulan dan cair sekali dalam tiga bulan, tapi tiap hari ketua RT itu jadi bahan dagelan warga. Banyak omongan kasar yang terasa gatal di telinga,” ucap Ngadiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya