SOLOPOS.COM - Keramba di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. (Solopos.com/Farida Trisnaningtyas)

Solopos.com, WONOGIRI — Waduk Gajah Mungkur Wonogiri disebut sebagai sumber air minum yang tercemar rendaman alias cemceman popok. Hal itu dijelaskan peneliti sekaligus aktivis lingkungan hidup dari Ecoton bernama Prigi Arisandi.

Fakta mengejutkan itu disampaikan Prigi dalam video bertajuk Popok Gajah Mungkur bagian dari Ekspedisi 3 Sungai #13 yang disiarkan di channel Youtube Watchdog Image, Jumat (18/3/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Proyek ekspedisi ini merupakan kolaborasi peneliti, jurnalis, dan warga menyusuri tiga sungai utama di Pulau Jawa, yaitu Sungai Citarum, Bengawan Solo, dan Brantas. Perjalanan ini merekam ekonomi rakyat yang tidak punya pilihan dan konflik klasik antara industri dan warga yang kerap terjadi.

Dalam video perjalanan yang ditilik Solopos.com, Rabu (6/4/2022) dijelaskan bahwa Bengawan Solo adalah salah satu sungai utama di Pulau Jawa yang telah tercemar aneka limbah. Perjalanan tersebut sampai ke kawasan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri yang menjadi hulu Sungai Bengawan Solo.

Baca juga: Nostalgia ke Betal Lawas, Dusun yang Hilang Terendam Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Hulu Sungai Bengawan Solo berasal dari beberapa sumber mata air dari Pegunungan Sewu. Salah satunya dari Desa Jeblogan, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri yang berbatasa dengan Pacitan. Aliran-aliran air ini berkumpul di Waduk Gajah Mungkur. Dari sini, Bengawan Solo sepanjang 548 km mengalir ke berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah aliran sungainya mencakup 16.100 km persegi.

Waduk seluas 1.350 kilometer persegi itu berfungsi untuk irigasi, pengendali banjir, sumber air minum, dan pembangkit listrik. Waduk ini diklaim mengairi 30.000 hektare (ha) sawah di lima kabupaten di Jawa Tengah dan Bojonegoro di Jawa Timur. Guna memanfaatkan waduk sebagai sumber air minum, pemerintah telah membangun sistem untuk 116.000 sambungan rumah atau sekitar 580.000 jiwa yang setara dengan jumlah penduduk di Kota Solo. Namun sistem ini belum memulai penyedotan air dari Waduk Gajah Mungkur untuk bahan baku air minum.

Air Cemceman Popok

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sampel air di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri telah tercemar microplastik. Selain itu ditemukan juga beberapa sampah popok bekas yang terbawa arus di Waduk Gajah Mungkur.

Prigi pun merasa prihatin melihat kenyataan bahwa air yang tercemar sampah popok itu dipakai sebagai sumber air minum.

“Ini cemceman popok yang dipakai untuk minum. Jadi memang setiap hari orang itu menggunakan tiga sampai enam popok untuk bayi mereka, termasuk juga lansia. Karena pemerintah hanya melayani sekitar 40% pengolahan sampah popok. Maka kemudian 60% orang membuang sampah popok ke sungai,” jelas Prigi.

Kebiasaan masyarakat membuang popok ke sungai itulah yang menyebabkan pencemaran. Bukti nyata tentang pencemaran itu terlihat di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. “Ini [Waduk Gajah Mungkur] cemceman terbesar popok,” tegas Prigi.

Baca juga: Masih Banyak yang Buang Sampah Plastik dan Popok di Sungai Sragen

Mitos Suleten

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ada mitos yang berkaitan dengan kebiasaan membuang sampah popok ke sungai. Sejumlah warga meyakini mitos suleten, yaitu gatal-gatal panas pada pantat bayi. Hal ini terjadi jika popok si bayi dibuang sembarang dan dikhawatirkan dibakar. Namun menurut medis, suleten adalah infeksi kulit yang sangat menular, terutama pada bayi dan anak-anak.

Mitos suleten dan kaitannya dengan kebiasaan membuang popok ke sungai dibahas dalam artikel jurnal karya Puasini Apriliyantini, Ratna Puspita Sari, dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS). Artikel bertajuk Mitos Sulsten Kebiasaan Membuang Diapers ke Sungai dan Upaya Penyadaran pada Masyarakat Tepi Sungai di Kecamatan Rungkut dan Gunung Anyar itu diterbitkan Jurnal Komunikasi dan Sosial Humaniora, Pawitra Komunika, Universitas Islam Majapahit (Unim) Mojokerto, pada 2021.

Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Gunung Anyar di Kota Surabaya itu menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat membuang sampah popok di sungai masih sangat kuat. Mitos Suleten itu membuat mereka sangat berhati-hati membuang sampah, khususnya popok bayi.

Baca juga: Ini Bahayanya Sampah Popok dan Pembalut

Dalam kaitannya dengan mitos tersebut, membuang sampah popok sekali pakai di sungai adalah solusi paling praktis. Meski demikian, ada pula warga yang tidak mempercayai mitos tersebut namun tetap membuang sampah popok ke sungai dengan menggunakan mitos itu sebagai alasan pembenar.

Pembuangan sampah di sungai selama ini dianggap sebagai cara yang mudah dan praktis. Tidak perlu upaya khusus dan enerhi tambahan dalam membuang limbah, karena warga menilai tidak merasakan dampak langsung pembuangan sampah, khususnya popok.

Fakta Popok

Setiap tahun sekitar enam miliar popok diproduksi di Indonesia. Indonesia merupakan rangking keenam pasar popok sekali pakai di dunia dengan angka kelahiran bayi 4-6 juta per tahun. Sampah popok termasuk limbah B3 yang berbahaya dan tidak bisa didaur ulang, sehingga perlu penanganan yang tepat agar tidak mencemari lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya