SOLOPOS.COM - Foto perbandingan Bumi. (Dok. NOAA)

Meski disebut-sebut sebagai lubang ozon terkecil pada tahun ini, tetap ukurannya masih tergolong raksasa.

Solopos.com, JAKARTA – Lubang ozon di Antartika tahun ini merupakan yang terkecil sejak 1988, menurut Peneliti Badan Antariksa Amerika Serikat dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dilaporkan Science Alert, Senin (6/11/2017), peneliti mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut bukan kabar baik, namun sebuah variabilitas alam terjadi di tahun ini.

Ozon merupakan gas yang tidak berwarna, melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet yang berbahaya, yang dapat menyebabkan tingkat kanker kulit dan penyakit katarak lebih tinggi, serta mengganggu pertumbuhan tanaman.

Meski disebut-sebut sebagai lubang ozon terkecil pada tahun ini, tetap ukurannya masih tergolong raksasa, yaitu sekira 7,6 juta mil persegi dengan lebar 19,7 meter persegi, atau sekira dua setengah kali ukuran Amerika Serikat pada September.

Para ilmuwan menjelaskan bahwa peristiwa ini mengacu pada kondisi cuaca yang lebih hangat dari biasanya di statosfer, untuk penyusutan sejak 2016, karena udara yang lebih hangat membantu mengikis bahan kimia seperti klorin dan bromin yang menggerogoti lapisan ozon.

“Kondisi cuaca di Antartika sedikit lebih lemah dan menyebabkan suhu lebih hangat, yang memperlambat hilangnya ozon. Ini seperti angin topan. Beberapa tahun ada sedikit badai yang terjadi di daratan. Ini adalah tahun di mana kondisi cuaca menyebabkan pembentukan ozon lebih baik,” ungkap Paul A. Newman, kepala ilmuwan Bumi di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard milik NASA di Maryland.

Namun, pengikisan tersebut dapat ditelusuri pada upaya global yang telah dilakukan sejak pertengahan 1980-an untuk melarang emisi bahan bakar kimia perusak ozon.

Diketahui, kabar itu muncul tepat setelah peringatan 30 tahun penemuan lubang tersebut, yang menyebabkan Protokol Monteal 1987, yakni sebuah kesepakatan internasional penting yang menyebabkan upaya global utama untuk menghapus penggunaan bahan kimia perusak ozon.

Pengikisan lapisan ozon terutama telah terjadi di Antartika, dan menjadi perhatian khusus bagi mereka yang tinggal di belahan Bumi bagian selatan.

Sebagai informasi, para ilmuwan NASA dan NOAA pertama kali menyadari bahwa chlorofluorocarbons memakai lapisan ozon tipis di atas Antartika pada 1970-an. Dari pertengahan 1980-an sampai 1990-an, lubang ozon menjadi sensasi di seluruh dunia, dengan konotasi menakutkan yang membuat publik mendukung perang para ilmuwan melawan pertumbuhannya.

Public pun turut khawatir akan dampak mengikisnya lapisan ozon, yang dapat menyebabkan kanker kulit dari radiasi ultraviolet.

Menanggapi hal itu, 24 negara akan menandatangani Protokol Montreal pada pembentukannya. Belakangan Negara yang menandatangani traktat itu akhirnya menjadi 197. Tentunya hal ini merupakan kesepakatan yang langka, karena mereka seharusnya memang melakukan apa yang seharusnya sudah dilakukan.

“Ini sangat bermanfaat, karena awalnya hanya usaha ilmiah, dan kemudian kami dapat meyakinkan masyarakat bahwa ini adalah masalah, inilah yang akan terjadi jika kita tidak menghadapinya,” kata ahli kimia Mario Molina, yang memiliki integral peran dalam penemuan lubang ozon dan yang dianugerahi Hadiah Nobel untuk penelitiannya pada 1995.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya