SOLOPOS.COM - Tiga warga melintas di depan SDN 2 Sambirejo, jalan Sambirejo-Sambi, Dukuh Wonorejo, Desa/Kecamatan Sambirejo, Sragen, Sabtu (11/11/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Bocah-bocah SD di wilayah perbatasan Sragen-Karanganyar harus menempuh jarak  2 km untuk ke sekolah.

Solopos.com, SRAGEN — Para siswa sekolah dasar (SD) di wilayah perbatasan Sragen dan Karanganyar harus menempuh perjalanan sampai lebih dari 2 kilometer (km) untuk sampai ke sekolah. Mereka ada yang naik turun jalan pegunungan dan ada pula yang harus menyeberangi sungai.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Anak-anak di Musuk itu harus berjalan kaki dengan naik turun jalan pegunungan dan ada yang melewati jembatan gantung untuk bersekolah. Anak-anak di perbatasan itu harus berjuang untuk bisa bisa sekolah, ya itu karena jarak. Kondisinya jauh dibanding sekolah di Kota Sragen dan sekitarnya yang medannya datar,” ungkap Kepala UPTD Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sambirejo, Purwaningsih, kepada Solopos.com, Sabtu (11/11/2017) siang.

Kendati lokasinya di perdesaan, Purwaningsih tetap bangga dengan anak-anak desa itu karena tetap bisa berprestasi di tingkat kabupaten, seperti lomba perpustakaan masih dapat juara II tingkat kabupaten, lomba gugus pramuka juga dapat juara II tingkat kabupaten. Itu pula yang mendasari UPTD Dikbud Sambirejo tidak meleburkan sekolah-sekolah di desa itu dengan sekolah lain. (Baca: Murid Minim, 26 SD Jadi  Sasaran Regrouping)

Ekspedisi Mudik 2024

Jika digabung, jarak yang harus ditempuh siswa dari rumah ke sekolah bisa jadi malah semakin jauh. Purwaningsih mencatat ada 26 SD negeri di Sambirejo. Semua SDN itu menempati tanah kas desa.

Jumlah siswa per sekolah rata-rata lebih dari 70 anak. “Dulu ada 27 SD saat saya masuk Sambirejo. Saat itu SDN 2 Sambirejo sudah di-regrouping. Sekarang tinggal 26 SD karena di Blimbing ada SD yang di-merger. Ada juga satu desa hanya ada satu SD seperti di Desa Sukorejo yang berbatasan dengan Karanganyar dan Ngawi,” ujarnya.

Ada pula SDN di perbatasan Karanganyar, yakni SDN 2 Musuk dan SDN 3 Musuk. Dua sekolah itu terletak di ujung selatan Kabupaten Sragen. Dia mengatakan jumlah siswa di SDN 2 Musuk lebih dari 70 anak tetapi di SDN 3 Musuk hanya 60-an siswa. (Baca: Tahun Gedung Bekas SD Ini Mangkrak, Pemdes Pun Bingung)

Masyarakat tidak mau dua sekolah itu digabung karena jarak tempuhnya saja sudah jauh sampai lebih dari 2 km dari rumah warga. Problem lain dari penggabungan sekolah ada bangunan yang mangkrak. Di Sambirejo itu ada satu sekolah yang mangkrak setelah ada kebijakan regrouping pada 2007 lalu.

Sekolah itu yakni SDN 2 Sambirejo di Dukuh Wonorejo, Desa/Kecamatan Sambirejo, Sragen. Sekolah itu juga berbatasan dengan Desa Dawung, Sambirejo.

“Dulu siswanya kurang dari 100 orang sehingga siswanya di-regrouping ke SDN 4 Sambirejo yang jaraknya 1 km. Tetapi ada beberapa siswa yang pindah ke SDN 2 Dawung yang jaraknya lebih dekat. Anak-anak biasanya naik sepeda angin lewat jalan dusun. Tapi ada pula yang jalan kaki,” ujar Sugiarti, 50, warga Dukuh Jatiarum RT 010, Desa Dawung, Sambirejo, yang tinggal di depan SDN 2 Sambirejo, saat ditemui Solopos.com, Sabtu siang.

Sugiarti menyayangkan bangunan sekolah yang mangkrak dan tidak terurus. Dia menyebut banyak daun pintu yang hilang dicuri orang karena tidak ada yang memanfaatkan.

Pada 2016 lalu, kata dia, sempat ada bidan desa yang ingin memanfaatkan bangunan itu untuk poliklinik tetapi tidak dikabulkan. “Harapan kami ya bisa dimanfaatkan karena sayang dengan bangunannya yang masih kokoh,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya