SOLOPOS.COM - Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati didampingi Kepala SMA SBBS Gemolong Muh. Amir Zubaidi meninjau kondisi SBBS Gemolong, Sragen, Sabtu (30/7/2016). Bupati ingin memastikan manajemen sekolah itu berjalan baik. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Pendidikan Sragen, kerja sama SBBS dengan lembaga pendidikan asing tertunda akibat adanya reshuffle kabinet.

Solopos.com, SRAGEN–Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati mendesak Pemerintah Pusat segera menemukan format yang tepat dalam pengembangan sekolah penyelenggara kerja sama (SPK) agar Sragen Bilingual Boarding School (SBBS) Gemolong segera membuat perjanjian dengan lembaga pendidikan asing (LPA). Pergantian menteri atau reshuffle kabinet berdampak pada semua perjanjian dengan LPA ditunda.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Desakan dan pernyataan Bupati itu disampaikan kepada wartawan saat meninjau SBBS Gemolong, Sragen, Sabtu (30/7/2016). Yuni, sapaan akrab Bupati, mengunjungi SBBS Gemolong didampingi Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen Suwandi. Yuni ingin memastikan manajemen SBBS tetap berjalan baik setelah putus kerja sama dengan Amity College per 30 Juni lalu.

Selain itu, Yuni juga ingin menenangkan orang tua siswa SBBS agar tetap percaya dengan kualitas pendidikan di SBBS Gemolong. “Orang tua siswa jangan ada rasa khawatir. Titipkan anak di sini, kami didik dengan baik!” pesannya.

Yuni juga menyinggung keinginan Pemerintah Turki yang ingin menutup SBBS sebagai SPK yang pernah bekerja sama dengan Pasiad, organisasi non pemerintah asal Turki. Dia tegas menolak keinginan pemerintah Turki untuk menutup semua sekolah di bawah kerja sama dengan Pasiad, termasuk SBBS. Dia bersedia mengevaluasi kerja sama dengan Pasiad lantaran terjadi pergolakan politik di negara itu. Sikap Yuni itu diambil untuk menghormati hubungan diplomatik yang baik antara Indonesia-Turki dan mempertimbangkan kerja sama Sragen-Pasiad yang sudah berakhir 2014.

“Kalau Turki meminta SBBS ditutup itu sangat tidak tepat. Kita kan buka SBBS Gemolong dengan LPA yang lain yang sedang dalam proses. Di sisi lain, adanya pergantian Mendikbud [menteri pendidikan dan kebudayaan] berakibat semua perjanjian dengan LPA di-pending terlebih dahulu sampai beliau menemukan format yang tepat. Dan posisi kami menunggu,” katanya.

Dia berharap Mendikbud secepatnya menemukan format baru itu. Dia juga meminta Pemerintah Pusat segera merespons keinginan SBBS Gemolong yang ingin segera menggandeng LPA. Dia ingin para siswa bisa melanjutkan pendidikan dengan hasil kerja sama dengan LPA. Sebelumnya, Pemkab Sragen melirik dua LPA, yakni Cambridge College dan British College.

Kepala SMA SBBS Gemolong, Sragen, Muh. Amir Zubaidi, menyampaikan prosedur untuk kerja sama dengan LPA itu cukup panjang. Dia sudah mengajukan surat ke Kemendikbud untuk mendapatkan rekomendasi SPK. Persyaratan SPK itu, kata dia, diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 31/2014 tentang Kerja Sama Penyelenggara dan Pengelola Pendidikan Oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia.

“Syaratnya harus terakreditasi A, berprestasi, dan mendapatkan izin dari Mendikbud. MoU [memoranum of understanding] itu juga akan dievaluasi oleh Badan Kerja Sama Luar Negeri. Belum lagi ketika menggunakan tenaga kerja asing juga harus mengantongi izin. Jadi prosesnya panjang. Sekarang, kami masih survive dengan menggunakan bantuan dari universitas lokal, seperti UNS [Universitas Sebelas Maret] Solo,” tambahnya.

Dia mengakui bila jumlah siswa yang diterima di SBBS relatif minim karena biayanya mahal. Amir menyampaikan jumlah siswa untuk SMP sebanyak 15 orang dan untuk SMA sebanyak 10 orang pada penerima peserta didik baru (PPDB) 2016. Amir menyebut biaya yang dikeluarkan per siswa untuk sekolah di SBBS bisa mencapai Rp22 juta per siswa.

Namun Amir juga memberi dispensasi kepada siswa berprestasi berupa keringanan biaya sekolah. Biaya pendidikan yang dimaksud Amir terbagi menjadi biaya personal dan biaya operasional. Biaya personal itu, kata dia, meliputi pembelian seragam, perlengkapan sekolah lainnya, sampai kebutuhan makan minum selama di asrama.

Sementara biaya operasional, jelas dia, disesuaikan dengan kemampuan siswa. “Nilainya bervariasi, ada yang Rp5 juta/anak, Rp12 juta/anak, bahkan ada yang gratis 100%,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya